
Catatan Kritis Mahasiswa 100 Hari Kerja Pemkab Probolinggo: Rakyat Butuh Aksi Nyata Bukan Pencitraan
Berita Baru, Probolinggo – Koordinator Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Probolinggo Raya, Dendi Junaidi menyampaikan pernyataan sikap terkait pelaksanaan program 100 hari kerja Pemerintah Kabupaten Probolinggo.
“Alih-alih menjadi ruang pembuktian kerja nyata, sejumlah kegiatan yang diklaim sebagai bagian dari program ini justru lebih tampak sebagai agenda tanpa substansi dan tidak menjawab kebutuhan mendesak masyarakat,” kata Dendi Junaidi, Koordinator Aliansi BEM Probolinggo Raya melalui keterangan tertulisnya, pada Rabu 09 April 2025, siang.
Salah satu perhatian utama mahasiswa adalah minimnya fokus terhadap perbaikan infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan, seperti akses jalan desa dan fasilitas di lembaga pendidikan.
“Di banyak wilayah—terutama di Tiris, Krucil, Gunung Geni, dan Gunung Bekel—kondisi jalan masih rusak parah dan jauh dari layak. Sementara itu, banyak sekolah di pelosok juga masih kekurangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar-mengajar,” kata Dendi.
“Kami turun langsung ke desa-desa, dan warga mengeluhkan satu hal yang sama: jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki. Ini bukan lagi tentang program, tapi soal kepedulian yang nyata,” tambahnya.
Menurut Dendi, yang muncul ke permukaan justru lebih banyak kegiatan simbolik. Jika program 100 hari hanya diisi dengan menempelkan label pada acara rutin atau kegiatan yang tidak berdampak langsung pada rakyat kecil, maka ini hanya menjadi panggung pencitraan, bukan kebijakan progresif.
“Kami menegaskan, yang dibutuhkan masyarakat adalah aksi nyata, bukan pencitraan atau sensasi,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, bukan destinasi wisata di kawasan Bromo yang mendesak untuk dipoles, tetapi jalan-jalan rusak yang menjadi denyut nadi ekonomi dan pendidikan warga pedesaan.
“Kami tidak anti-program. Tapi kalau program hanya jadi alat tampil di depan kamera, sementara realita di lapangan tetap gelap dan berlubang, maka kami akan terus bersuara,” lanjut Dendi.
“Kami mendorong agar program 100 hari difokuskan pada penyelesaian masalah riil di akar rumput—perbaiki jalan, perkuat sekolah, hadir di desa. Arahkan kerja pada solusi konkret, bukan sekadar seremonial,”pungkasnya.