Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kepada Mereka yang Masih Rebah: Solilokui Ramadan
(Detik.com)

Kepada Mereka yang Masih Rebah: Solilokui Ramadan



: kepada mereka yang masih rebah
benarkah kita menjadi tubuh yang kalah?

sebagai musim padi yang baru saja tiba
petani ke sawah tak luput dari lena
senyumnya menjadi hambar
dalam rekam kata tinggalkan ruang
jerami rebah di hamparan lahan

: kepada mereka yang masih rebah
manusia semburat menuju tempat istirah

tak ada suara yang paling syahdu dan hangat,
selain rumah tempat kita istirah
ia memberi kita kesempatan untuk pulang
agar kita dapat merajuk kembali bagi tubuh yang lelah

mari kita pulang, sayang.
dan, kita tengok rumah kita
yang di pojok dindingnya sudah tampak tua.
lumut-lumut hijau tampak menempel,
mungkin sebagai tanda menutupi segala kekalutan masa

kau tak perlu selamanya diam, melihat rumah kita.
karena diam, tak berarti basah oleh kedalaman
: sedangkan pulang bukanlah jalan kehinaan

kita belum kalah, sayang.
kita masih bisa pulang
pucuk pohon bambu di samping rumah kita,
tak satu pun patah. ujung pucuknya menggelayut
tepat di atas pojok rumah kita

: dan pasti kau masih ingat,
ketika nenek kita pernah berkata,
bahwa rumah adalah sederet sejarah
bagi setiap pucuk-pucuk kehidupan manusia

: kepada mereka yang masih rebah
— sekali lagi, tapi itu tak mesti kalah
rumah adalah tempat istirah,
meski sempit, ia masih saja terasa hangat.
hamparan sawah dan pematang panjang nan hijau
oleh rerumputan di depan rumah,
tetap saja indah

: susuri saja pematang yang panjang itu, sayang.
kau tak perlu lagi lena
meski, tak ada bekal di musim corona.
di jalan-jalan orang boleh meninggalkan lalu-lalang.
katanya, “aku akan tetap menantimu untuk merayakan kebahagiaan”.

: dan aku pun masih ingat,
ketika kau pernah berucap padaku,
“ada yang hilang”, katamu.
kesepian saat kita rebah adalah kenikmatan.
kita terlalu lama menjadi manusia yang hiruk-pikuk.
musim corona ini mangajari kita menikmati kesendirian.
nikmat yang terperi
pada batas ruang yang menyekat kita
menjadi begitu berarti. tak ada yang menyesaki.

— karena sepi adalah jalan lain kita, untuk merayakan yang hakiki.
tak perlu kau ratapi.

: baiklah, sayang.
sesekali bolehlah kau gelar kembali tikar pandan di rumah kita
dan kita rebah di atasnya. lantas, kita baca satu persatu langit-langit
di pojok rumah kita, sambil kita hirup sedalam-dalamnya
sisa aroma pandan yang akan memanggil kita
untuk kembali pulang ke kampung halaman

tikar pandan, yang pernah kau gelar bersama sajadah
tempat kita sujud dan berkhalwat di bulan Ramadan.
kita khusuk, bersama remang cahaya dari lampu ublik
yang menempel di dinding rumah kita.
dan lantas, kita rebah di atasnya.

: kepada mereka yang masih rebah
kita tak boleh kalah
Tuhan, kami tak berputus asa,–

Jember-Indonesia, April 2020/ Ramadan 1441 H

  • Puisi ini dibacakan pada agenda “Baca Puisi Ramadan Sedunia” yang diselenggarakan pada 30 April 2020/ 7 Ramadan. Diselenggarakan oleh Pemuisi Malaysia, dalam rangka menyambut dan merayakan Ramadan 1441 H,

BIODATA PENYAIR
Akhmad Taufiq adalah dosen dan penyair tinggal di Jember. Antologi puisinya berjudul Kupeluk Kau Di Ujung Ufuk terbit pada 2010 dan Mengulum Kisah dalam Tubuh yang Terjarah terbit pada 2016. Selain itu, Akhmad Taufiq menjadi kontributor pada antologi Puisi bersama, baik secara nasional maupun internasional di kawasan Asia Tenggara. Beberapa antologi bersama itu, antara lain: Indonesia dalam Titik 13 (Aswaja, 2013), antologi Penyair Lintas Daerah Indonesia; Risalah Melayu Nun Serumpun (NUMERA Malaysia, 2014), antologi puisi penyair Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Thailand; Tasbih Hijau Bumi (Lesbumi NU Jawa Timur, 2014), Syair Persahabatan Dua Negara (Pustaka Senja, 2015), Kurator dan kontributor antologi puisi Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa (Forum Sastra Timur Jawa-Ombak Yogyakarta), antologi 100 penyair Indonesia-Malaysia; Merentasi Ribuan Tahun Puisi (NUMERA Malaysia, 2016); dan Yogya dalam Nafasku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016), antologi puisi penyair Indonesia dan Malaysia. Antologi bersama berjudul Nyanyian Gerimis: Antologi Puisi Penyair 14 Kota terbit pada 2017 (Hiski Aceh dan Bandar Publishing, 2017). Menjadi kurator dan kontributor antologi puisi Timur Jawa: Balada Tanah Takat (Forum Sastra Timur Jawa- Balai Bahasa Jawa Timur, 2017) dan Risalah Tubuh di Ladang Kemarau (2019). Berpartisipasi dalam Poetry Reading Session by World Festival of Poetry Titled HOLDING THE TRIUMPH OF HUMANKIND from 9 to 12 April (Bangladesh, 2020). Beberapa penghargaan telah ia peroleh, antara lain; Penghargaan Puisi Dunia Numera Malaysia (2014), dan Anugerah Sutasoma, Anugerah Penghargaan Buku Esai/Kritik Sastra terbaik dari Balai Bahasa Jawa Timur (2018). Ia tinggal di Jember, di Jalan Kaliurang, Griya Permata Kampus Blok D-1 Jember, Jawa Timur, Indonesia Kode Pos 68121. E-mail: [email protected] /[email protected] Nomor HP: 08123593169.

beras