LPR KuaSA: Industri di Pesisir Selatan Jember Rusak Ekosistem dan Ancam Satwa yang Dilindungi
Berita Baru Jatim, Jember – Lembaga Pendidikan Rakyat untuk Kedaulatan Sumber-Sumber Agraria (LPR KuaSA) mengungkapkan pembukaan lahan secara besar-besaran di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Jember merusak ekosistem pesisir dan mengancam habitat satwa liar yang dilindungi.
“Hadirnya tambak modern di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Jember, khususnya Desa Kepanjen merusak ekosistem pesisir dan mengancam habitat Burung Bubut Jawa serta lokasi pendaratan Penyu bertelur. Pencemaran air sungai, muara dan rawa juga mengancam habitat Burung Trulek Jawa yang sempat dinyatakan punah keberadaannya,” dikutip dari Buletin Rakyat KuaSA Edisi Senin 10 Mei 2021.
Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri LHK Nomor : P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, Burung Bubut Jawa, Trulek Jawa dan Penyu masuk dalam daftar satwa yang dilindungi keberadaannya karena terancam punah.
Menurut data International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), pada 2016, Bubut Jawa diperkirakan jumlahnya kurang lebih 2.500 sampai dengan 9.999 individu. Habitatnya kini terancam oleh pembukaan lahan besar-besaran di wilayah pesisir selatan Kabupaten Jember untuk kegiatan pembangunan industri tambak modern.
Kemudian burung Trulek Jawa pernah dinyatakan punah oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Dari laporan masyarakat dan beberapa pegiat konservasi, Trulek Jawa pernah teridentifikasi di wilayah Kepanjen.
Sepanjang pantai Puger, Gumukmas, hingga Kencong adalah lokasi pendaratan penyu bertelur. Menurut informasi dari masyarakat nelayan Kepanjen, musim bertelur biasanya pada awal musim kemarau atau antara bulan Mei hingga bulan Agustus.
Ancam Habitat Dilindungi, Kapitalisasi Pesisir Kepanjen Harus Dihentikan
Ada 3 nama perusahaan besar di wilayah Kepanjen, yakni PT Windu Marina Sukses, kemudian PT Delta Guna Sukses dan anak perusahaannya yakni PT Anugrah Tanjung Gumukmas.
“PT Anugrah Tanjung Gumukmas ini sedang melakukan perluasan wilayah yang mengancam habitat burung Bubut Jawa dan juga pantai yang menjadi habitat alami Penyu bertelur,” jelasnya.
Klaim dari salah satu perusahaan (PT Delta Guna Sukses) yang telah berkomitmen untuk menyelenggarakan kegiatan budidaya perikanan yang bertanggungjawab serta mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dengan mengikuti ser- tifikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) patut dipertanyakan.
“Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta dan praktek di lapangan yang selama ini terjadi. Bukan hanya merusak lingkungan, aktivitas mereka juga telah mengancam habitat satwa liar yang masuk daftar lindung,” terangnya.
Secara terang aktivitas budidaya dari PT Delta Guna Sukses dan anak perusahaannya, PT Anugrah Tanjung Gumukmas, selain mematikan sumber penghidupan utama masyarakat dengan mencemari kurang lebih 150 hektar lahan pertanian, sekitar 134 hektar tambak tradisional, serta pencemaran laut, juga mengancam habitat Burung Trulek Jawa yang masuk daftar satwa dilindungi.
“Di luar 3 nama perusahaan besar tersebut, masih banyak tambak-tambak lain yang hari ini terus bermunculan,” ungkapnya.
Menurut data dari LPR KuaSA, setidaknya ada 7 nama perusahaan dengan luas dibawah 3 hektar di Desa Kepanjen yang belum diketahui secara pasti bentuk badan usaha- nya.
“Ini terang telah menabrak Rencana Tata Ruang Wilayah Jember yang telah menetapkan sepanjang pesisir sebagai kawasan perlindungan setempat,” tutupnya.