Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menghidupkan Kembali Potensi Perekonomian di Pusat Kota yang Sempat Mati Suri

Menghidupkan Kembali Potensi Perekonomian di Pusat Kota yang Sempat Mati Suri



oleh: Cindy Shangri

SETIAP kota pasti memiliki tata ruang yang terorganisir sejak awal sejarah. Terutama di kota-kota besar yang berada di wilayah Indonesia. Teori Konsentris (Concentric Theory) dicetuskan pertama kali oleh E.W Burgess (1925) yang menyatakan bahwa suatu kota terdiri dari beberapa zona yang konsentris. Masing-masing zona tersebut mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.

Menurut teori ini, wilayah dalam suatu kota terbagi menjadi 5 zona, diantaranya adalah:

– Zona 1: Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District)

– Zona 2: Daerah Peralihan (DP) atau Transition Zone (TZ)

– Zona 3: Zona Perumahan Para Pekerja menengah ke bawah

– Zona 4: Zona Permukiman yang Lebih Baik (ZPB) atau Zone of Better Residence (ZBR),

– Zona 5: Zona Penglaju (ZP) atau Commuters Zone (CZ)

Dalam hal ini, Zona 1 yang merupakan Daerah Pusat Kegiatan(Central Business District) selalu menjadi sorotan utama dan menarik untuk dikulik karena secara tidak langsung pasti akan menjadi pusat perhatian dalam struktur tata kota.

Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District) merupakan wilayah atau daerah tertentu dalam suatu kota yang merupakan pusat dari giat ekonomi dan bisnis, meliputi aktivitas perdagangan, jasa, keuangan dan perbankan, perhotelan, sertatransportasi. Wilayah ini juga merupakan tempat berkumpulnya area perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat-pusat kebudayaan dan hiburan.

Beberapa kota besar di Indonesia, seperti halnya Kota Surabaya dan Kota Malang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat dengan histori sejarah yg melekat menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang. Disamping itu kedua kota tersebut juga merupakan kota pendidikan karena terdapat beberapa Universitas ternama di Indonesia seperti Universitas Airlangga yang berada di Kota Surabaya dan Universitas Brawijaya yang berada di Kota Malang menjadikan kedua kota tersebut ramai diserbu para pemburu ilmu yang kebanyakan berasal dari generasi mileninal dan “gen Z” yang di dominasi oleh anak-anak muda masa kini.

Kota Surabaya dan Kota Malang memiliki tata ruang yang cukup terstruktur sejak dulu. Keduanya memiliki Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District) yang berada di jantung kota. Sebut saja Jalan Tunjungan yang berada di Kota Surabaya dan Jalan Kayutangan yang berada di Kota Malang. Keduanya memiliki beberapa kesamaan diantaranya sama-sama merupakanpusat perdangangan, terletak pada jalan penghubung yang strategis dan berada pada kawasan segitiga emas yang menghubungkan pusat bisnis dan perekonomian di masing-masing kota tersebut.

Koridor pertokoan di sepanjang jalan Tunjungan Surabaya dan di jalan Kayutangan Malang menjadi pusat perekonomian yang berjaya pada eranya. Namun seiring berjalannya waktu, koridor pertokoan di sepanjang jalan tersebut kian redup terkikis perubahan jaman. Sempat terbengkalai bahkan mengalami fase”mati suri” sehingga deretan pertokoan tersebut banyak yang tutup permanen bahkan beberapa beralih fungsi menjadi area perkantoran. Melihat potensi yang ada, pemerintah setempat sepertinya tak tinggal diam begitu saja. Berkiblat pada “success story” jalan Malioboro yang melegenda di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sukses mengundang para wisatawan domestik maupun Internasional untuk datang dan berkunjung pada ikon kota Jogja tersebut. Sedikit demi sedikit Jalan TunjunganSurabaya  dan Jalan Kayutangan Malang kini disulap menjadi pedestrian dengan konsep “walkable street“.

Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kota Malang kompak melakukan upaya revitalisasi trotoar dan menjadikan Jalan Tunjungan dan Jalan Kayutangan menjadi “pedestrian shopping street” dengan tetap mempertahankan gaya arsitektur bangunan bersejarah sehingga menjadi ikon kedua kota tersebut. Bak gayung bersambut, hal tersebut tampaknya mendapatrespon positif dari berbagai kalangan masyarakat dari berbagaiumur, terutama bagi anak-anak muda generasi milenial sebagaitempat hiburan yang menyediakan ruang publik untuk berkumpul bersama kerabat atau sekedar melepas penat.

Kedai kopi dan tempat menjual kudapan mulai menjamur dengan tetap memanfaatkan bangunan-bangunan kuno yang merupakan cagar budaya di sepanjang Jalan Tunjungan dan Jalan Kayutangan. Selain itu juga terdapat seniman atauperkumpulan pemusik jalanan yang menghibur dan turut meramaikan kedua pedestrian tersebut. Hal ini terbukti sukses mendulang angka pertumbuhan perekonomian di Kota Surabaya dan di Kota Malang, serta bermanfaat untuk meningkatkan geliat wisata di kawasan pedestrian yang terletak di jantung kedua kota tersebut.

beras