Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Migrant Care Gelar Pemutaran Film Pengantin

Migrant Care Gelar Pemutaran Film Pengantin



Berita Baru Jatim, Jember — Migrant Care menggelar pemutaran film Pengantin besutan sutradara Noor Huda Ismail, director and producer Jihad Selfie, Senin (18/11) berlangsung di Kanca Kona Kopi, Tegalbesar, Jember.

Film tersebut merupakan film dokumenter perjalanan 3 buruh migran. Dua diantaranya terlibat dalam jaringan terorisme bersama suaminya dan saat ini ditahan. Sedangkan Fatma masih menjalani hidup sebagai buruh migran dengan usaha sukses di kampungnya.

Berikut siaran pers dari Migrant Care yang diterima oleh Jatim.beritabaru.co, Senin (18/11).

Kondisi Pekerja Migran Indonesia terus bergulir. Kabar terkini adalah tentang pekerja migran yang sedang rawan terjerat paham ekstremisme kekerasan. Petang hari ini, tanggal 18 November 2019 di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Migrant Care mengajak publik mengenal hubungan antara pekerja migran dan ekstremisme kekerasan (violent extremism ), yang sedikit diketahui oleh publik. Kali ini melalui sinema dan diskusi yang digelar sehari sebelum Festival Kota HAM 2019.

Film dokumenter berjudul “Pengantin” garapan Noor Huda Ismail, mengisahkan perjalanan Rizka (Peneliti di Yayasan Prasasti Perdamaian) yang bertemu dengan dua pekerja migran perempuan yang terlibat dengan jaringan radikalisme yang berujung terorisme yang merupakan konsekuensi dari ekstremisme kekerasan: Dian, narapidana teroris kasus bom panci di Istana, dan Ika, yang terlibat pendanaan teroris.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengungkapkan kegelisahannya terkait kelompok radikal menyasar kelompok buruh migran. Wahyu juga menceritakan tentang perhatiannya yang sudah lama akan hadirnya ekstremisme kekerasan yang menyasar pekerja migran.

“15 tahun yang lalu di Hongkong, Korea, Taiwan, terutama negara-negara asia timur, yang tumbuh adalah organisasi buruh. Yang wataknya adalah Trade Unionism: memperjuangkan hak buruh migran dan memperjuangkan upah, yang bersinergi dengan organisasi buruh migran yang lain. Di mana kini tak begitu tampak,” ungkapnya.

Panelis kedua, Farha Ciciek, Founder Komunitas Tanoker, menekankan bahwa terjeratnya pekerja migran ke dalam lingkar teroris itu terbanyak dari proses kinship dan friendship. Pertemanan ataupun pengaruh keluarga.

Menurutnya, disengagement atau pemutusan ideologi ekstremisme kekerasan yang berujung terorisme adalah dengan menjaga keluarganya tetap tak mendukung kegiatan ekstremisme kekerasan yang ada dan berusaha menggencarkan narasi perlawanan (counter narrative).

Farha dan Wahyu juga mengutarakan kekhawatirannya terhadap perempuan yang menjadi target selanjutnya untuk melakukan-melakukan aksi terorisme, bukan hanya laki-laki seperti sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Analisis gender yang mendetail diperlukan dalam konteks ini sebab perempuan kombatan masih sering ditemukan. Ini adalah konsep yang dibuat-buat karena hal ini lebih mudah untuk memancing ketakutan.

Selain memunculkan kerentanan-kerentanan yang dialami pekerja migran perempuan dalam kisah nyata, film ini memiliki misi edukasi agar tidak ada korban perempuan lainnya yang terjerat paham ekstremisme kekerasan. Dalam film ini juga terlihat peran media sosial yang kuat dalam penyebaran paham ekstremisme kekerasan yang dapat memacu perempuan
menjadi sasaran.

Narahubung: Wahyu Susilo, 08129307964

beras