TAF: Partisipasi Perempuan dalam Mengelola Hutan Membuat Produktif
Berita Baru, Jakarta – The Asia Foundation (TAF) mendukung partisipasi perempuan dalam mengelola hutan karena mereka juga punya hak untuk mendapatkan informasi, memanfaatkan hasil hutan, dan peningkatan kapasitas.
Hal itu disampaikan oleh Program Director, Environmental Governance TAF, Lili Hasanuddin saat menghadiri Talk Show dan penandatanganan perjanjian kemitraan konservasi antara 2 Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) secara virtual, Selasa (7/12/2021).
“Para ibu-ibu KPPL ini, paham sekali bahwa kalau hutan rusak maka resiko akan menimpa masyarakat, termasuk terutama dalam hal ini adalah kelompok ibu-ibu. Mereka perlu menjaga hutan agar tidak kekurangan air dan sebagaimnya,” kata Lili Hasanuddin, merujuk pada KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera Sumber Bening.
Selain itu, Lili juga mencatat bahwa KPPL sangat memahami hak-haknya, termasuk hak untuk mendapatkan informasi, memanfaatkan hasil hutan dan peningkatan kapasitas. Atas dasar itu, maka mereka membangun kerja sama dengan pihak TNKS.
“Sehingga dari proses ini kita dapat pembelajaran bahwa terjadi satu hasil yang sangat baik atau korelasi yang sangat produktif antara kelompok ibu-ibu dengan TNKS,” imbuhnya.
Lili Hasanuddin juga mencatat pentingnya peran pendamping dalam melestarikan ekosistem hutan.
“Para pendamping ini memfasilitasi untuk pertemuan-pertemuan dengan berbagai pihak juga membuka kesempatan bagi kelompok perempuan untuk bisa bekerja sama dengan lebih lancar, dalam konteks ini kemudian para pendamping juga mengimplementasikan apa yang tadi disebut oleh Wiratno [Dirjen KSDAE KLHK. Red] mengenai 3K,” jelasnya.
Karena itu, ia menilai bahwa para pendamping sangat relevan untuk bisa memfasilitasi pengelolaan hutan hingga pemanfaatan produk-produk yang sudah dihasilkan oleh masyarakat, khususnya KPPL.
Lili Hasanuddin berharap bahwa kerja sama itu dapat menguntungkan kedua belah pihak.
“Jadi, kemitraan yang dibangun berbasiskan kolaborasi ini kemudian akan menguntungkan kedua belah pihak. Dalam hal ini pihak kehutanan adalah soal pelestarian dan fungsi-fungsi hutan, lalu bagi masyarakat adalah peningkatan ekonomi masyarakatnya,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mendorong untuk bagaimana KPPL, para pendamping hingga pemerintah untuk memberi perhatian lebih kepada pengelolaan hutan di masa depan, tidak hanya terbatas pada fasilitas dan pendampingan.
“[..] membangun public-public partnership, bagaimana membangun satu pola hubungan kemitraan antara pemerintah dan kelompok-kelompok sektor swasta agar produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat ini bisa dipasarkan secara lebih sistematis dan lebih besar lagi, bahkan sampai ke tingkat ekspor. Ini penting juga untuk dilakukan, misalnya sertifikasi produk,” ungkapnya.
Ia pun berharap bahwa perjanjian kerja sama kemitraan konservasi ini dapat menumbuhkan semangat yang baik antara berbagai pihak, baik para KPPL sampai ke tingkat pemerintah pusat.
“Saya rasa ini pembelajaran yang menarik dan penting untuk bisa disebarkan ke wilayah lain,” tutupnya.