Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo Perspektif Islam
Berita Baru, Surabaya – Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada hari Selasa, 14 Februari 2023.
Majelis hakim menilai bahwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang tak lain merupakan mantan ajudannya sendiri.
Eks Kadiv Propam Polri tersebut dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP tentang obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo (FS) dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” kata Hakim Wahyu Iman Santoso.
Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati,” ucapnya melanjutkan.
Dalam kasus ini, FS menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi, dua ajudannya, yaitu Richard Eliezer dan Ricky Rizal, serta seorang Asisten Rumah Tangga (ART) keluarga FS, Kuat Ma’ruf.
Hukuman Mati dalam Islam
Dikutip dari laman NU Online, terkait hukuman mati pernah dibahas dalam pada Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, 1-5 Agustus 2020 oleh Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah.
Selain dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM), hukuman mati juga kerap dikaitkan dalam pandangan Islam yang masuk dalam kategori qishash.
Ketua komisi, yakni KH Afifuddin Muhajir, merumuskan bahwa hukuman mati menjadi sanksi atas tindak kejahatan pembunuhan atau berbagai tindak kejahatan berat tertentu.
Islam menerapkan hukuman mati sebagai bentuk dari upaya serius syariat Islam dalam memberantas kejahatan yang menjadi bencana kemanusiaan, seperti pembunuhan.
Hukuman tersebut dinilai setimpal dan menjadi pelajaran paling efektif bagi setiap orang agar tidak berbuat hal yang serupa.
Muktamirin berpandangan bahwa hukuman mati pada hakikatnya dimaksudkan untuk beberapa hal berikut:
- Memberantas tuntas kejahatan yang tidak dapat diberantas dengan hukuman yang lebih ringan.
- Orang lain akan terkendali untuk tidak melakukannya karena mereka tidak akan mau dihukum mati.
- Melindungi orang banyak dari tindak kejahatan itu.
Berdasarkan hakikat disyariatkannya, hukuman mati dinilai bukan merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM. Melainkan hukuman tersebut dapat digunakan untuk memberantas pelanggaran HAM dengan cara membela hak hidup banyak orang.
Pandangan tersebut didasarkan pada dalil al-Qur’an, as-sunnah, dan pendapat para ulama yang tersebar dalam berbagai literatur.
Bahkan sebelumnya PBNU juga pernah memberikan imbauan penerapan hukuman mati bagi para koruptor kelas berat dan gembong peredaran narkoba.