3 Tantangan Nikah menurut Imam al Ghazali
Berita Baru, Surabaya – Pernikahan perlu disiapkan dengan matang. Tidak hanya persiapan resepsi, tetapi juga persiapan setelah pernikahan. Pastinya, hubungan pasangan suami-istri tidak selamanya mulus. Ada banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi. Pasangan suami-istri mesti mengerti cara menyelesaikan masalah agar tidak berujung pada perceraian.
Nikah dianjurkan bagi orang yang mampu, baik secara materi ataupun mental. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa di antara kalian yang sudah mampu (materi ataupun mental) menikahlah. Karena dengan pernikahan tersebut dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Bagi yang belum mampu, hendaklah puasa, karena bisa menjadi tameng.” (HR: Bukhari dan Muslim)
Pernikahan perlu disiapkan dengan matang. Tidak hanya persiapan resepsi, tetapi juga persiapan setelah pernikahan. Pastinya, hubungan pasangan suami-istri tidak selamanya mulus. Ada banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi. Pasangan suami-istri mesti mengerti cara menyelesaikan masalah agar tidak berujung pada perceraian.
Imam al-Ghazali dalam Adab al-Nikah wa Kasr al-Syahwatain menjelaskan ada tiga kesulitan dan tantangan yang akan dihadapi pasangan suami-istri.
Pertama, sulitnya mencari nafkah yang halal. Mencari pekerjaan hari ini memang tidak mudah. Kalaupun ada, belum tentu hasil atau gaji pekerjaan itu mencukupi kebutuhan harian. Pasangan suami-istri harus selalu berusaha untuk mencari nafkah yang halal. Jangan sampai tergoda untuk mencari rejeki dengan cara yang haram.
Kedua, tidak mampu memenuhi hak pasangan, dan sulit bersabar atas akhlak pasangan. Terkadang kita tidak tahu bagaimana akhlak, pikiran, dan gaya hidup pasangan kita. Ini pasti menjadi kendala bagi siapa saja yang menikah. Pasangan suami-istri mesti mampu mendialogkan dua karakter yang berbeda. Kalau tidak, pernikahan yang dijalan akan jauh dari ketenanagan dan kedamaian.
Ketiga, keberadaan pasangan dan keturunan dapat melalaikan dari ibadah kepada Allah. Orang yang menjalani perniakahan pada umumnya bertanggung-jawab atas pasangan dan anaknya. Mereka akan selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Terkadang, usaha untuk mencukupi kebutuhan itu membuat manusia melupakan ibadah kepada Allah SWT.
Kendati demikian, menurut Imam al-Ghazali, orang yang menikah dengan tetap menjaga ibadah, lebih baik dari jomblo yang juga menjaga ibadah. Pernikahan bukanlah alasan penghalang untuk beribadah. Keduanya bisa dilakukan secara bersamaan.