Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Adil Satria Putra
Pengamat Lingkungan, Adil Satria Putra. (Foto: Tangkapan layar Talkshow PMII Jember)

Adil Satria Putra: Penolakan Tambang Blok Silo Tidak Lahir dari Sikap Politik Otonom Bupati, Tapi Lahir dari Perlawanan Rakyat



Berita Baru Jatim, Jember – Adil Satria Putra, Ketua Cabang PMII Jember periode 2017-2018, salah satu pemateri pada acara Talkshow Pilkada 2020 yang diadakan oleh PC PMII Jember pada Rabu (2/12/2020) mengatakan bahwa penolakan tambang Blok Silo tidak lahir dari sikap politik Bupati, melainkan lahir dari gerakan perlawanan rakyat.

Talkshow yang berlangsung di Kafe Tebing, Taman Botani, Sukorambi, Jember ini berhasil mengungkap beberapa fakta mengenai eksploitasi tambang yang ada di Jember. Adil mengaku, bahwa gerakan perlawanan yang ada di Jember cukup menarik daripada perlawanan yang ada di daerah lain. Pasalnya, gerakan ini dipimpin oleh para ulama Jember secara langsung. Gerakan ini juga berlandaskan pada prinsip-prinsip fikih.

“Yaitu tentang bersatunya dua kekuatan besar yakni kekuatan ummat dan kekuatan ulama karna dari awal gelombang korporasi tambang yang ada di jember yang menjadi gerbong perlawanannya itu gerbong ulama yakni PCNU Jember dan PCNU Kencong,” ungkapnya.

Ia juga membantah bahwa SK SDM tahun 2018 yang diklaim sebagai salah satu prestasi politik dari salah satu paslon kepala daerah Jember hari ini. “Saya katakan bahwa sebenarnya kebijakan politik itu lahir dari gelombang tuntutan rakyat,” tukas Adil.

“SK SDM itu turun per-April 2018, tetapi pada waktu itu pemaparan dokumentasi pertama itu ditemukan oleh kawan-kawan Walhi Jawa Timur September 2018 dan dari kawan-kawan Walhi Jatim dishare kepada saya yang waktu itu masih bergiat di FNKSDA Jember,” imbuhnya.

Jika menarik sejarah, mengutip dari Daktualnews.com, gelombang perlawanan penolakan tambang di Blok Silo berlangsung sejak tahun 2015. Pada tahun 2018, terdapat penyanggahan dari Bupati Faida bahwa dia masih belum mendapatkan salinan. “Bagi kami itu nonsens karena ketika pertama kali diterbitkan pasti menteri bertanggung jawab untuk menyerahkan salinannya kepada bupati sebagai pemangku kebijakan dan dari April sampai September tidak ada satu pernyataan pun dari Bupati bahwa surat keputusan eksploitasi tambang blok Silo itu sudah turun,” terang Adil.

“Ketika September gelombang aksi massa itu membludak, Bupati mengatakan baik saya akan mengawali. Jadi saya rasa sikap politik itu tidak lahir dari otoritas otonom Bupati tetapi dari gelombang perlawanan rakyat yang ditopang oleh Nahdlatul Ulama,” pungkasnya.

Adil juga menjelaskan, gerakan perlawanan tersebut merupakan hasil bathsul masail yang dilakukan di PCNU Jember pada tahun 2005 dan tahun 2019. “Ketika ditimbang dari aspek maslahah dan mafsadatnya, kegiatan eksploitasi tambang ini lebih besar mafsadatnya ketimbang maslahahnya. Hal ini menjadi spirit besar masyarakat Silo dan masyarakat Pace untuk melakukan gerakan perlawanan ini.”

beras