Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bicarakan Tantangan Kebudayaan, Prodi Magister Kajian Budaya UNS Gelar Konferensi Internasional

Bicarakan Tantangan Kebudayaan, Prodi Magister Kajian Budaya UNS Gelar Konferensi Internasional



Berita Baru, Surakarta — Prodi Magister Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta gelar I International Conference of Cultural Studies, Arts, and Social Science (ICCUSASS 2021) pada Kamis, (30/09) via Zoom Meeting.

Seminar dimoderatori oleh Prof. Bani Sudardi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta. Acara ini mengangkat tema besar “Cultural Literacy, National Identity and Global Challenges”

Pemateri pertama, Sean Hayward, California Institute of the Arts mengatakan bahwa budaya itu muncul secara sadar dan tidak sadar ketika kita membedakan mana budaya kita dan budaya di luar kita. Hal itu, sengaja dibuat untuk direpresentasikan sebagai budaya tertentu.

“Untuk memahami kebudayaan tidak bisa dalam satu kotak, tapi sebagai proses reaksi terhadap budaya-budaya lain,” jelasnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Warto, M.Hum berbicara mengenai pembangunan identitas nasional dalam perspektif sejarah

“Identitas gerakan Indonesia emas, satu harus unggul, satu harus utuh. Unggul adalah cerdas, kritis, kreatif, inovatif dan melek teknologi. Utuh adalah bertaqwa, menghargai keberagaman, gotong royong dan adaptif terhadap perubahan,” paparnya.

Pemateri ketiga, Dr. Nguyen Than Tuan, Kaprodi Bahasa Indonesia di Vietnam National University memberikan presentasi terkait beberapa kebudayaan di Vietnam. Termasuk suku, makanan khas, dan tradisi.

“Beberapa persamaan kebudayaan antara budaya Indonesia dan Vietnam adalah soal ritual, aktivitas pertanian, dan aktivitas bahari,” ungkapnya.

Pemateri keempat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum membawakan materi dengan tema “Potensi Lokal Menuju Global: Jejak Dua Dekade Budaya Using”

Novi memulai presentasinya dengan mengatakan bahwa masyarakat Using melalui perjalanan yang cukup panjang dan menarik. Bumi Blambangan silih berganti dikuasai kerajaan-kerajaan besar di Jawa, Bali, dan Kolonial.

“Namun sejarah panjang tersebut tidak membuat pikiran dan praktik kebudayaan Using sirna. Justru kebudayaan Using tersebut dapat dibuat sebagai strategi untuk bertahan hidup,” jelas Novi, guru besar Universitas Negeri Jakarta tersebut.

Novi juga menyinggung bahwa praktik kebudayaan tak dapat dilepaskan dengan kebijakan politik suatu daerah. Dia memberikan contoh perjalanan dan proses pengembangan budaya Using oleh beberapa pemimpin Banyuwangi.

“Model optimalisasi budaya Using dan industri kreatif menjadikan kebudayaan Banyuwangi mempunyai produk unggulan dalam 3 aspek. Seni tradisi, ritual, dan festival,” tambahnya.

Keunggulan dalam bentuk festival sebagai strategi sosialisasi dan promosi budaya local kepada masyatakat internasional (global).

Untuk keperluan tersebut dikembangkan pula infra struktur hotel, transportasi, rumah makan, pusat cendera mata, dan hiburan.

Festival yang menghadirkan tamu dalam jumlah besar menjadi ruang sosialisasi, promosi, dan pemasaran produk UMKM lokal yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banyuwangi.

“Pengembangan pasca festival Gandrung Sewu membuka ruang usaha industri dan penyewaan kostum, sanggar tari, batik gandrung, dan cendera mata berbasis seni tradisi dan ritual,” ujar Anoegrajekti yang telah 20 (dua puluh) tahun melakukan penelitian dengan focus Banyuwangi.

Terakhir, Novi memberikan kesimpulan bahwa adanya kontinuitas kebijakan yang bersifat saling melengkapi dalam bidang kebudayaan Banyuwangi.

“Seni tradisi dan ritual mengalami transformasi dari ritus dan seni pertunjukan menjadi fesyen untuk diperkenalkan kepada masyarakat Internasional,” pungkasnya. Transformasi juga terjadi sebagai respons terhadap pandemic Covid-19 yang berpengaruh pada seluruh tatahan kehidupan termasuk dalam bidang seni tradisi dan ritual.

Pemateri terkahir, Prof. Suwardi Endraswara, guru besar Universitas Negeri Yogyakarta membawakan materi dengan judul “Membaca Kematian Budaya”.

Suhardi mengatakan bahwa kebudayaan kita sekarang sedang mengalami sakit keras.

“Ada 4 hal yang membuat kebudayaan kita mati, yaitu: 1. regresi budaya, 2. disequilibrium budaya, 3. diskontinuitas budaya, dan 4. konspirasi budaya,” tegasnya.

Suwardi menjelaskan bahwa tanda-tanda kematian budaya juga dipengaruhi oleh 4 faktor.

“Degradasi budaya, dehumanisasi, demoralisasi, dan desakralisasi,” tuturnya.

Setelah pemaparan materi oleh 5 narasumber, acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif. Lalu berlanjut dengan diskusi paralel oleh 37 pemakalah dari berbagai Universitas, yang terbagi menjadi 3 breakout room.

Sampai akhir acara, para pesertanya berjumlah kurang lebi ada 180 peserta.

Bicarakan Tantangan Kebudayaan, Prodi Magister Kajian Budaya UNS Gelar Konferensi Internasional

beras