Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Catatan Dari Pinggir Atas Gerakan di Senayan
Ilustrasi Aksi Demontrasi di Senayan, Sumber Foto: Medcom.id

Catatan Dari Pinggir Atas Gerakan di Senayan



Teruntuk kawan-kawan seperjuangan di Senayan

oleh: Anas Mahfudz

(Sekretaris Lembaga Advokasi HAM dan Lingkungan Hidup PKC PMII Jawa Timur)

Serentetan aksi yang terjadi di senayan Jakarta, kita mulai tentang Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) yang memang selama ini bergerak di bidang agraria dan menuntut keadilan agraria sejati, sampai mahasiswa yang menuntut dicabutnya Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Tulisan ini tidak membedah bagaimana kemudian tema yang sudah mereka bawa, karena Komite Nasional Pembeharuan Agraria (KNPA) jauh lebih memahami kondisi Agraria Indonesia dan mahasiswa jauh lebih mengerti isu KPK yang sedang memanas di banding penulis.

Tapi ada PR yang perlu diselesaikan bersama, yaitu terkait dengan gerakan yang terfragmentasi dari massa aksi sampai isunya yang tidak satu tujuan tuntutan.

Penulis melihat itu merupakan suatu kejanggalan tersendiri, ada apa di balik gerakan yang terpecah konsolidasinya, sekaligus temanya di aksi yang sedang memanas di senayan?

Di sisi lain ada serentetan RUU yang sudah disahkan pada tanggal 24 yang bertepatan pada hari tani, hari lahirnya UUPA.

Ada beberapa undang undang yang kemudian dianggap merugikan petani dan menjadi kado pahit petani di hari lahirnya hari tani. Di antaranya adalah Sistem Budidaya Pertanian yang salah satu pasalnya berbunyi, “Pilihan tanaman yang harus sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi, dan kabupaten/kota” artinya membatasi pilihan petani dalam mengembangkan budidaya sesuai dengan pengetahuan dan potensi lokal. Belum lagi RUU Pertanahan, Minerba, Air yang tentu akan mengancam kedaulatan rakyat. Begitu pula adanya Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKHUP) yang rentan mengkriminalisasi gerakan.

Penulis bukan aktivis agraria yang dengan kajiannya begitu rigit membicarakan agraria, penulis juga bukan politisi yang begitu memahami kondisi elit politik yang ada di Jakarta, penulis hanya penanam benih lokal yang ingin berdaulat atas tanamannya. Penulis hanya ingin menyelipkan satu isu pinggiran di tema besar pada demonstran nasional. Yakni ingin menyatukan satu pandangan terkait bagaimana petani menderita oleh satu detik ketokan palu sidang paripurna.

RUU Pertanahanan yang otoritatif sudah tidak menjamin akses dan aset, khususnya kepastian hukum bagi petani. Malahan UU Sistem Budidaya Pertanian akan mengancam terkait tata kelola petani, yang mana kedaulatan akan direngut oleh korporasi rakus. Tentu selain akan dikebiri dengan aneka perampasan lahan, kala menanam hingga panen pun juga akan dirampas.

Jujur, kita ini memiliki tujuan yang sama yakni menegaskan apa itu demokrasi itu sendiri. Dari rakyat untuk rakyat, jangan sampai kita terpecah belah dengan ego sektoral kita. Semua Rancangan atau revisi UU yang kacau itu berkaitan, mengancam demokrasi, khususnya kedaulatan petani. Seharusnya kita menjadi satu, terutama untuk menegaskan bahwa pemerintah telah gegabah.

Marilah bersatu padu, karena petani pun juga bagian dari rakyat, jangan sampai ada yang merasa di depan, karena kita semua sama. Jangan sampai kebutuhan pokok yang disediakan petani kita sehari-hari terancam akibat terfragmentasi gerakannya. Petani berdaulat maka kita pun akan berdaulat, karena gerakan manapun tak bisa dipisahkan.

Hidup tani, hidup rakyat Indonesia!!!

Sumber: BESUKI.ID

beras