Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Asosiasi Tradisi Lisan Jawa Timur (ATL Jatim) usai selenggarakan Diklat seri-3 dengan fokus pembahasan tentang teori-teori tradisi lisan, pada Sabtu (17/10).
Asosiasi Tradisi Lisan Jawa Timur (ATL Jatim) gelar Diklat seri-3 dengan fokus pembahasan tentang teori-teori tradisi lisan, pada Sabtu (17/10). (Foto: Beritabaru.co/ Rizal Kurniawan)

Diskusikan Teori-teori Tradisi Lisan, ATL Jatim Selenggarakan Diklat Seri-3



Berita Baru Jatim, Jember — Asosiasi Tradisi Lisan Jawa Timur (ATL Jatim) usai selenggarakan Diklat seri-3 dengan fokus pembahasan tentang teori-teori tradisi lisan, pada Sabtu (17/10). Acara ini akan berlanjut hingga seri ke-5.

Ketua ATL Jatim, Prof. Dr. Setya Yuwana, M.A., dalam sambutannya menegaskan bahwa era pandemi bukan berarti tidak ada kegiatan akademik. Justru kita gencar melakukan seminar atau pendidikan dan pelatihan (diklat) guna menularkan ilmu kita kepada khalayak. Teori-teori tradisi lisan perlu kita diskusikan bersama agar dapat menjadi bekal bagi para peneliti untuk melakukan penelitian tradisi lisan.

Acara diklat tersebut terselenggara atas kerja sama antara ATL Jatim dan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (FBS Unesa), melalui media zoom. Pada seri-3 ini, selain pembicara dari FBS Unesa, juga didukung pembicara dari Universitas Negeri Malang (UM) dan Universitas Jember (Unej).

Dr. Taufik Dermawan, M.Hum., dari UM, dalam pembahasannya tentang tradisi lisan dan ketahanan budaya menjelaskan bahwa tradisi lisan merupakan khazanah budaya yang dilindungi Undang-undang. Dalam pasal 5 Undang-undang RI nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan memuat 10 objek pemajuan kebudayaan, yaitu: tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olah raga tradisional.

Dengan dilindungi oleh Undang-undang, maka para akademisi sudah selayaknya mendukung upaya pemerintah untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan, khususnya tradisi lisan di nusantara.

Di sisi lain, sebagai pembicara kedua, Dr. Heru S.P. Saputra, M.Hum., dari FIB Unej, menekankan pentingnya penguasaan paradigma dan teori dalam rangka untuk melakukan penelitian tradisi lisan. Disebutkannya bahwa teori-teori tradisi lisan dari Mazhab Finlandia hingga Mazhab Toronto masih relevan untuk menganalisis tradisi lisan nusantara.

Teori tipe dan motif cerita rakyat dari Antti Aarne dan Stith Thompson, teori morfologi cerita rakyat dari Vladimir Propp, teori formula dari Milman Parry dan Albert B. Lord, teori komposisi skematik dari Ruth Finnegan, teori kelisanan sekunder dari Walter J. Ong, dan teori orientasi kelisanan dari Amin Sweeney, cukup penting untuk dipahami mahasiswa S1, S2, dan S3, guna melakukan penelitian tradisi lisan.

Sementara itu, dari teori-teori tersebut, peneliti dapat menggunakan paradigma difusi kebudayaan, fungsionalisme, etnosains, konstruksionisme, dan tafsir kebudayaan.

Sebagai pembicara terakhir, Dr. Anas Ahmadi, dari FBS Unesa, menekankan pentingnya perspektif indigenous dalam penelitian tradisi lisan. Lokalitas merupakan nilai-nilai yang penting dan mampu bersaing dengan globalitas. Untuk itu, perlu adanya penguatan terhadap lokalitas, seperti pengobatan lokal, permainan lokal, kesenian lokal, dan psikologi masyarakat lokal.

Diklat seri ke-4 dan ke-5 akan dilaksanakan secara rutin setiap hari Sabtu pukul 10.00 WIB, melalui zoom.

Diskusikan Teori-teori Tradisi Lisan, ATL Jatim Selenggarakan Diklat Seri-3
Pamflet Diklat Penelitian Tradisi Lisan. (Foto: Istimewa)

Kontributor: Heru S.P Saputra

beras