Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ekonomi Politik dan Pembangunan Era Jokowi, Meroket atau Meleset?

Ekonomi Politik dan Pembangunan Era Jokowi, Meroket atau Meleset?



oleh: Ghassan Tsaqafi Hanif


Kondisi ekonomi dunia yang saat ini tengah menjadi sorotan setelah badai krisis yang menerpa Eropa, hal ini akan memberikan dampak yang tidak kecil kepada Indonesia, namun Indonesia dipercaya akan mampu terus maju jika sanggup fokus pada pemberdayaan produk-produk domestik dan terus melakukan pembangunan infrastruktur berkualitas sehingga Indonesia akan dapat melakukan pemerataan kesejahteraan rakyatnya.

Pesta Demokrasi Pilpres telah digelar, namun sejumlah kritik dan saran sudah banyak disampaikan bagi Capres. Mulai dari mantan Menteri Perekonomian, Rizal Ramli hingga Ekonom Senior Indef, Faisal Basri menggaris bawahi agar kedepan laju pertumbuhan ekonomi yang stagnan di 5 % untuk tidak diwariskan.

Strategi-strategi yang telah dilakukan Presiden Jokowi saat ini dirasa sangat tidak bijak, apalagi dilakukan oleh seorang kepala negara. Dimana kebijakan yang kerap kari dilakukannya sering kali membuat blunder, naasnya masyarakat tetap diharuskan untuk berfikir secara waras. Seperti dalam 10 tahun terakhir, nilai rupiah sengaja dibuat lemah oleh Pemerintah. Alasannya tentu agar daya saing produk bisa membaik, bukannya meningkatkan produktivitas, kualitas produk, Pemerintah justru memilih untuk melemahkan rupiah. Tenaga kerja diobral murah, hingga izin lingkungan bisa diberikan secara mudah bagi siapapun yang menguntungkan.

Lantas siapa yang diuntungkan dari proses pelemahan ini? Sudah sangat jelas para penguasa atau pengusaha eksportir minyak sawit, batubara, nikel, dan tambang lainnya, mereka sangat berbahagia. Kemudian, mengenai ekspor dan impor. Sejak awal Pemerintahan Jokowi selalu menggaungkan kampanye stop impor, tapi beberapa tahun terakhir tabiat impor Pemerintah sangat luar biasa. Bahkan dari ujung ke ujung bahan baku yang saat ini ada di dapur kita, mayoritas adalah bahan impor.

Diantara banyak kebijakan blunder tersebut antara lain yaitu, mengangkat anaknya menjadi cawapres dengan menciderai konstitusi, subsidi mobil listrik yang memangkas subsidi pupuk, 4 tahun gaji PNS yang tidak dinaikkan, Rasio utang terhadap PDB dalam KEM PPKF 2024 ditargetkan sebesar 38,07-38,97% yang kemudian kini rasio utang terhadap PDB sudah tembus 39,17%, Pembangunan IKN yang tidak jelas dan masih banyak yg lainnya.

Dalam hal ini kita dapat mencoba menganalisis terkait Teori Pilihan Rasional Presiden Jokowi dalam membuat suatu kebijakan. Dalam hal ini ada 3 model yang dapat kita pakai diantaranya adalah model Principal Agent, kedua Aksi Tersembunyi dan ketiga Informasi Tersembunyi.

Dalam model Principal agent disini dapat dilihat adanya ketidak seimbangan Jokowi dengan Partai yang telah mengusungnya selama ini yaitu PDI-P dimana hal ini sangat menjadi konflik kepentingan antar keduanya. Terlihat Jokowi (agent) memiliki insentif tersendiri yang tidak disetujui oleh partai yang menyebabkan konflik kepentingan antar Jokowi dan partai.

Kedua adalah Aksi tersembunyi yang dilakukan untuk meloloskan anak kandungnya menjadi seorang calon Wakil Presiden di waktu tersebut. Karena jelas terlihat ini adalah tindakan oportunistik yang dilakukan dengan mekanisme yang sudah dipersiapkan

Ketiga informasi tersembunyi ini dilakukan melalui alat-alat negara untuk mengungkapkan atau mendapatkan informasi sebagai bahan untuk mengetahui kualitas dan kemampuan lawan politik mereka.

Dengan hampir terlewatinya masa kepemimpinan Jokowi ini, adakah kewarasan yang masih harus dipertahankan dan dilanjutkan? Mungkin pertanyaan ini sangat cocok diajukan kepada Bapak Prabowo dan juga wakilnya untuk menjawab permasalahan kemerosotan Demokrasi, pengelolaan Hilirisasi, Pendidikan yang merata dan juga Korupsi yang merajalela. Karena sejatinya pemilik negara bukanlah elit dan penguasa, tetapi seluruh rakyat indonesia.

beras