Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kawal Perda, Selamatkan Batu

Kawal Perda, Selamatkan Batu



Berita Baru Jatim, Batu — Bencana banjir bandang yang menerjang Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, pada Kamis, (4/11) lalu mengundang banyak komentar dan analisa.

Melansir dari Walhi Jatim, tercatat naik-turun curah hujan yang signifikan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa naik turunnya hujan yang tidak konsisten adalah bagian dari anomali cuaca sebagai dampak turunan perubahan iklim.

Catatan tersebut menjelaskan bahwa anomali cuaca dapat dilihat dari cuaca yang tidak bisa diprediksi. “Terkadang panas berkepanjangan, tetapi tiba-tiba hujan deras,” tulisnya. Hal tersebut merupakan bahaya hidrometeorologi yang resikonya setiap tahun meningkat. “Akibat dari perubahan iklim yang semakin masif,” terangnya.

Kota Batu merupakan wilayah yang sangat tampak terpengaruh perubahan iklim. Tercatat suhu di Kota Batu rata-rata kini 22.6 derajat celcius sampai 23 derajat celcius jika dibandingkan dengan lima tahun lalu yang berada di sekitar 21 derajat celcius-22.3 derajat celcius.

“Bahaya hidrometeorologi ini adalah tingkat kerentanan dan kerawanan bencana yang mungkin terjadi karena faktor iklim,” jelas Koordinator Kampanye Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan.

Kondisi tersebut, kata Wahyu, semakin diperparah dengan rusaknya ekosistem di Kota Batu. “Dan meningkatkan potensi perubahan iklim,” katanya. “Salah satu contoh konkrit adalah bencana banjir yang sedang terjadi,” imbuhnya.

Ia menambahkan, bahwa banjir terjadi karena air dari atas run off (mengalir mengikuti pola) ke yang lebih datar dan rendah. Menurut Wahyu, hal itu diakibatkan daya tampung sungai tidak mampu menampung volume air.

“Logika sederhana jika air dengan deras menuju bagian bawah secara cepat, maka secara sains dasar kita paham bahwa ada kerusakan di wilayah atas.” Padahal, seharusnya air di wilayah hulu bisa dikendalikan jika ada kawasan tangkapan dan resapan air yang mumpuni. “Tetapi karena rusak, akhirnya kawasan resapan dan tangkapan air tidak berfungsi, akibatnya air run off ke wilayah yang lebih bawah,” tegasnya.

Wahyu menilai selain bahaya banjir, longsor, dan peningkatan suhu udara, Kota Batu juga terancam krisis air. Pasalnya, sumber mata air di Kota Batu tersisa 50% dengan beberapa sumber yang debit airnya sudah kritis. Ancaman ini diakibatkan oleh salah urus tata ruang. “Tidak ada kawasan perlindungan kawasan esensial khususnya kawasan hutan, lahan hijau dan kawasan mata air,” jelasnya.

Hal ini diperparah pada Revisi Perda RTRW Kota Batu, yang di dalam Perda revisi tersebut tidak menjelaskan soal perlindungan kawasan esensial. “Mari bergerak kawal revisi Perda RTRW dan mendesak perlindungan kawasan esensial, demi masa depan Kota Batu,” kata Wahyu

“Karena jika Kota Batu hancur, Kota Malang dan sepanjang DAS Brantas akan hancur juga. Menyelamatkan Kota Batu adalah bagian dari menyelamatkan DAS Brantas. Kami turut berduka atas musibah yang tengah dialami warga Batu, semoga tetap tabah dalam menghadapinya,” pungkasnya.

beras