Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perang Jenderal di Pilpres 2024

Perang Jenderal di Pilpres 2024



Berita Baru, Jakarta – Menjelang pilpres 2024 suasana politik di Indonesia semakin memanas. Pemilihan calon pemimpin RI periode 2024-2029 digadang-gadang menjadi momen terbesar, bahkan dari seluruh pemilu yang pernah ada. Salah satu hal menarik yang turut mewarnai musim politik ini adalah adanya perang jenderal di pilpres 2024.

Fakta di Balik Strategi Perang Jenderal di Pilpres 2024

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat tentu sudah bukan hal baru lagi bagi masyarakat Indonesia. Sejak peraturan pemilu ditetapkan pada tahun 2004 silam, masyarakat mulai memiliki wewenang dalam menentukan sosok potensial sebagai pemimpin negara.

Meski termasuk agenda rutin, namun tampaknya pilpres di tahun 2024 mendatang sangatlah berbeda. Aura perbedaan tersebut mulai terasa bahkan sejak beberapa tahun lalu. Fakta-fakta mengejutkan pun semakin terlihat di musim politik.

Sebut saja langkah-langkah parpol dalam membentuk koalisi hingga menentukan arah pilihan tidak mampu publik baca. Terlalu banyak kejutan yang sontak membuat masyarakat bingung dengan kondisi politik Tanah Air saat ini.

Terlebih ketika Prabowo memutuskan menggandeng Gibran sebagai bacawapres. Hal yang sontak memicu beragam reaksi dari banyak pihak. Guna menjaga stabilitas dan mengantisipasi adanya ‘preman politik’, kandidat-kandidat pilpres menghimpun kekuatan dari mantan serdadu TNI hingga perwira Polri.

Langkah tersebut seolah merujuk pada perang jenderal di pilpres 2024. Bagaimana tidak, tokoh-tokoh yang terpilih akan menjadi dekengan tersendiri bagi masing-masing paslon. Adapun kubu-kubu yang terbentuk antara lain:

Kubu Anies Baswedan dan Cak Imin

Pasangan Anies Baswedan dan Cak Imin dari koalisi Perubahan, sengaja mengumpulkan power para mantan anggota TNI hingga perwira Polri. Salah satu tujuannya yakni melawan kandidat lain yang menggunakan infrastruktur negara dalam pilpres mendatang.

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengungkapkan, pihaknya senantiasa mengantisipasi segala bentuk kecurangan. Terutama apabila nanti ada paslon yang memakai power dari lembaga negara atau personel aktif untuk kemenangannya.

Keberadaan para jenderal ini sangatlah penting dalam mengimbangi power lawan. Pasalnya, para purnawirawan tentu memiliki pengalaman mumpuni, dalam mendeteksi segala bentuk kecurangan yang terstruktur.

“Pastinya para purnawirawan mengungkapkan pesan kepada kami jika infrastruktur kekuasaan politik saat ini bisa bermain curang. Kira-kira begitu, sehingga memerlukan perhatian dari setiap pasangan,” kata Jazilul.

Adapun beberapa mantan perwira yang tergabung dalam koalisi Perubahan banyak sekali. Sebut saja Jenderal TNI (purn) Fachrul Razi, Letjen TNI (purn) Sutiyoso, Mayjen TNI (purn) Syaiful Rizal, dan Irjen Pol (purn) Anas Yusuf.

Kubu Ganjar Pranowo dan Mahfud Md

Sejalan dengan langkah Anies-Cak Imin, paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud Md pun turut menyetujui strategi tersebut. Pihaknya menilai jika keberadaan eks jenderal sangat efektif dalam mewaspadai segala kecurangan di pemilu. Apalagi salah satu paslon adalah putra dari Presiden Jokowi.

Muhammad Romahurmuziy dari PDI-P menuturkan, strategi perang jenderal di pilpres 2024 dapat membentuk jejaring yang memadai. Terutama untuk mencegah ‘abuse of power’ yang dapat mencederai prinsip demokrasi.

“Hal yang paling utama itu jelas mereka memiliki pengalaman territorial. Apalagi jika eks perwira pernah menjabat sebagai kapolres, kanit, intel, atau mantan kapolda.”

Laksdya TNI (Purn) Agus Setiadji selaku Melalui Ketua Umum RGN mengklaim sudah menghimpun sekitar 1.000 purnawirawan perwira TNI-Polri. Nantinya mereka akan bekerja sama dalam memenangkan paslon Ganjar-Mahfud.

Agus juga menegaskan bahwa eks serdadu akan mengaplikasikan pengetahuan maupun ilmu mereka dalam strategi militer. Strategi-strategi tersebut mencakup sejumlah teknik propaganda guna mempengaruhi massa pemilih.

Kubu Prabowo Subianto dan Gibran

Menyikapi adanya perang jenderal di pilpres 2024, kubu dari koalisi Indonesia Maju tampaknya juga sudah antisipasi. Bahkan, Dradjad Wibowo dari PAN mengklaim jaringan eks perwira yang mendukung Prabowo dan Gibran sangatlah kuat.

Mereka dianggap tidak sekedar memiliki pengalaman operasi militer yang luar biasa. Namun juga memiliki banyak bekal untuk melakukan operasi pemenangan pemilu. Hal inilah yang membuat koalisi Indonesia Maju yakin Prabowo-Gibran bisa memperoleh suara unggul.

Dengan berbagai bentuk kekuatan tersebut, Dradjad menampik pihaknya akan menggunakan institusi Polri-TNI aktif untuk memenangkan pemilu. Mengingat tuduhan tajam itu semakin tak terkendali dengan adanya Gibran.

“Sebaiknya jangan berprasangka buruk, itu awal yang tidak bagus jika sudah berprasangka buruk. Saya tahu semua paslon memiliki kaitan dengan unsur pemerintah. Semua paslon punya menteri dan kepala lembaga negara. Jadi bagaimana mau curang,” ujarnya.

Guna mengantisipasi adanya strategi perang jenderal di pilpres 2024, koalisi Indonesia Maju mengerahkan banyak eks perwira. Sebut saja Jenderal TNI (purn) Wiranto, Jenderal TNI (purn) Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Jenderal Pol Idham Azis.

beras