Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Arab Selenggarakan Workshop “Etnografi dalam Penelitian Sastra”

Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Arab Selenggarakan Workshop “Etnografi dalam Penelitian Sastra”



Berita Baru Jakarta — Prodi Magister Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gelar kegiatan Workshop “Etnografi dalam Penelitian Sastra” yang diselenggarakan Kamis, (27/07/2023) yang diselenggarakan secara luring dan daring melalui Zoom.

Kegiatan ini sebagai upaya Program Studi dalam meningkatkan kualitas riset para dosen dan tesis mahasiswa Prodi Magister Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora.

Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Arab Selenggarakan Workshop “Etnografi dalam Penelitian Sastra”

Dalam sambutan pembuka, Ketua Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Arab, Dr. M. Adib Misbachul Islam, M.Hum. menjelaskan bahwa Workshop ini diadakan dalam rangka merespons perkembangan linguistik dan sastra serta menyebarkan ilmu pengetahuan mengenai dua topik tersebut.

Sambutan selanjutnya disampaikan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Ade Abdul Hak, M.Hum. Ia berharap Workshop ini dapat mencapai hal-hal penting.

“Seperti mendiskusikan perkembangan metodologi, merumuskan metode etnografi dan mendiskusikan ruang lingkup metode etnografi dalam penelitian sastra,” harapnya.

Acara dilanjutkan dengan presentasi materi oleh narasumber tunggal, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. dari Universitas Negeri Jakarta dengan moderator Dr. Cahya Buana, M.A.

Anoegrajekti mengawali paparan dengan menjelaskan pengertian etnografi yang dilanjutkan dengan sejarah perkembangannya.

Secara historis etnografi tumbuh sebagai perkembangan dari studi antropologi yang memandang perlu kehadiran peneliti di lapangan untuk melihat dinamika masyarakat yang menjadi fokus penelitian. Tokoh yang mengawali studi etnografi adalah WHR. Rivers (Inggris) dan Franz Boas (AS).

“Peneliti etnografi memang harus terjun ke lapangan untuk mendapatkan data melalui observasi-partisipasi, diskusi, dan wawancara mendalam,” jelas Anoegrajekti.

Pandangan yang muncul pada akhir abad ke-19 tersebut selanjutnya dinamakan etnografi klasik yang terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan dinamika dan paradigma penelitian bidang antropologi, yaitu etnografi modern (1915-an), etnografi baru (1960-an), etnografi kritis (1990-an), dan etnografi postkritis.

“Etnografi baru menempatkan masyarakat sebagai pendukung budaya memiliki folk taksonomi yang harus ditemukan oleh peneliti,” ujar Anoegrajekti.

Hal itu yang membedakan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun etnografi kritis berkembang dengan menerapkan teori kritis yang disampaikan oleh Thomas Kuhn.

“Dalam etnografi kritis ada tujuan politis yang berkaitan dengan ketidakadilan, penindasan, marjinalisasi, dan inferioritas. Dalam proses ini peneliti sekaligus menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut,” urai Anoegrajekti.

Penjelasan selanjutnya mengenai implementasi metode etnografi dalam penelitian sastra dengan memaparkan prinsip dan hasil-hasil yang telah dilakukan selama lebih dari 20 tahun dengan fokus wilayah Banyuwangi.

Praktik penelitian etnografi sastra juga dikuatkan dengan paparan pengelaman yang disampaikan oleh para mahasiswa Prodi S3 Pascasarjana UNJ dan anggota tim riset dengan menyampaikan contoh kasus di Yogyakarta dan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu.

Dalam sesi tanya jawab, banyak pertanyaan kritis yang direspons Anoegrajekti dengan jelas dan tuntas.

Anoegrajekti mengakhiri penjelasan dengan menyampaikan beberapa simpulan berikut.

  1. Munculnya beragam teori sastra menjadi peluang akademisi untuk melakukan riset dengan beragam pilihan.
  2. Riset bidang sastra menampakkan gejala dilakukan secara interdisipliner.
  3. Metode etnografi berpotensi mengungkap taksonomi kognitif, pembelaan, dan keberpihakan terhadap agen budaya yang terpinggirkan yang diekspresikan dengan menggunakan kaidah-kaidah estetis sesuai dengan konvensi sastra.
  4. Indonesia dengan beragam etnik dan kaya tradisi lisan menjadi lahan riset sastra etnografi. Hal tersebut sekaligus membuka temuan mengenai semestaan sastra Nusantara.

Hingga akhir acara peserta yang hadir melalui link zoom tetap bertahan hingga mencapai 120 partisipan.

Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Arab Selenggarakan Workshop “Etnografi dalam Penelitian Sastra”

beras