Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ciputra Melanggar Hukum di Waduk Sakti
Dok: Aksi Warga Sepat Lakarsantri dan pada Mahasiswa pada tahun 2019 di depan Balai Kota Surabaya (Gatra.com)

Ciputra Melanggar Hukum di Waduk Sakti



Berita Baru Jatim, Surabaya – Warga Sepat Lakarsantri, Surabaya kembali dibuat geram dengam aktivitas pengurukan di area Waduk Sakti Sepat oleh PT. Ciputra Development, Tbk.

Hal itu, dinilai tidak menghormati proses pengadilan pasalnya sejak 2020 belum ada putusan dari Mahkaman Agung (MA) atas pengajuan kasasi.

Tepatnya 6 hari kemudian, pada (15/04), warga menyatakan sikap keberatan mereka kepada Pemerintahan Kota Surabaya melalui surat yang dimediasi oleh tim advokasi Waduk Sakti Sepat atas kejadian tersebut.

Dalam surat itu, warga dan tim advokasi secara tegas menolak aktifitas pengurukan Waduk Sakti Sepat beserta klaim PT. Ciputra atas penerbitan izin dari Pemerintahan Kota Surabaya.

Pada salah satu poinnya, warga bersikap bahwa saat ini objek Waduk Sakti Sepat masih dalam sengketa yang tercatat dalam gugatan perkara Citizen Law Suit (CLS) nomor register 544/Pdt/2020/PT.Sby jo 200/Pdt.G/2019/PN.Sby, pada tahap pemeriksaan di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

“Sehingga belum ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, aktivitas pengurukan dan/atau perubahan fungsi Waduk yang dilakukan oleh pihak PT. Ciputra Devolpment, Tbk. merupakan tindakan pembangkangan hukum,” tulisnya.

Tidak hanya kepada Walikota Surabaya, surat tersebut juga telah dikirimkan kepada beberapa pihak yang juga bersangkutan lainnya seperti, Menteri Lingkungan Hidup, Camat Lakarsantri, Kapolsek Lakarsantri, dan PT. Ciputra Development, Tbk.

Namun, dari kelima surat yang telah dikirimkan, hanya PT. Ciputra yang memberi balasan pada tanggal 31 April, bahwa: “Waduk Sakti Sepat adalah bagian dari kepemilikan mereka yang sah secara prosedur dan PT. Ciputra mengklaim bahwa pengurukan tersebut dilakukan karena telah secara sah memiliki ijin dari Pemkot Surabaya.”

Dian menanggapi bahwa proses hukum belum selesai serta tidak ada landasan hukum yang sah. PT. Ciputra tidak fair dan tidak menghormati proses hukum. Ia menuntut dengan tegas bahwa waduk harus dikembalikan ke kondisi utuh seluas 6,7 hektar.

“Ini demi pertimbangan jangka panjang. Di daerah sini sudah banyak hotel, perumahan, dan berkurangnya sekaligus daerah resapan air. Selain itu, Waduk Sakti Sepat itu juga bagian dari identitas kami,” tegasnya.

Di samping itu, Taufiq selaku perwakilan dari tim advokasi juga menambahkan, bahwa belum adanya landasan hukum uang sah justru akan menjadi masalah jika benar ada pihak yang memgeluarkan ijin. “Proses hukum masih berjalan,” ujarnya.

Padahal, ia melanjutkan, mestinya tidak ada aktifitas pengurukan di sekitar waduk sepat sebelum ada putusan yang kuat dari Kasasi. Ia melihat, jika memang ada dugaan ijin lingkungan hidup, hal itu merupakan upaya melawan hukum .

“Karena aktivitas pengurukan tersebut berada di area kawasan lindung. Ini persoalan ekologi. Ini perusakan lingkungan yang serius,” imbuhnya.

Sesuai Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah/RT RW No. 47 Tahun 1997, Waduk adalah termasuk kawasan resapan air yang harus dilindungi. Taufiq menjelaskan bahwa waduk bukan barang komoditi.

“Ini akan memperparah krisis iklim. Waduk alami di Surabaya semakin berkurang. Pada era Risma, Pemkot Surabaya gencar membuat waduk buatan/bozem. Tapi di sisi lain, Waduk Sakti Sepat yang menjadi waduk alami terakhir dan berperan penting atas resapan air ketika curah hujan tinggi di kota Surabaya malah dialihfungsikan menjadi real estate. Ini jelas sangat kontradiktif,” paparnya. (I.P)

Pada salah satu poinnya berbunyi, “saat ini obyek Waduk Sakti Sepat masih dalam sengketa yang tercatat dalam perkara gugatan Citizen Law Suit (CLS) nomor register 544/Pdt/2020/PT.Sby jo 200/Pdt.G/2019/PN.Sby, pada tahap pemeriksaan di tingkat kasasi Mahkamah Agung Republik, sehingga belum ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, aktivitas pengurukan dan/atau perubahan fungsi Waduk yang dilakukan oleh pihak PT. Ciputra Devolpment, Tbk. merupakan tindakan pembangkangan hukum”.

Tidak hanya kepada Walikota Surabaya, surat tersebut juga telah dikirimkan kepada beberapa pihak yang juga bersangkutan lainnya seperti: Menteri Lingkungan Hidup, Camat Lakarsantri, Kapolsek Lakarsantri, dan PT. Ciputra Development, Tbk.

Namun, dari kelima surat yang telah dikirimkan, hanya PT. Ciputra yang memberi balasan pada tanggal 31 April, bahwa: “Waduk Sakti Sepat adalah bagian dari kepemilikan mereka yang sah secara prosedur dan PT. Ciputra mengklaim bahwa pengurukan tersebut dilakukan karena telah secara sah memiliki ijin dari Pemkot Surabaya”.

Menanggapi hal ini, Dian selaku warga mengatakan, “Proses hukum belum selesai! Tidak ada landasan hukum yang sah. Mereka tidak fair play dan tidak menghormati proses hukum. Intinya, tidak perlu ada penataan. Kembalikan waduk dengan kondisi utuh 67 hektar.

Ini demi pertimbangan jangka panjang. Di daerah sini sudah banyak hotel, perumahan, dan berkurangnya sekaligus daerah resapan air. Selain itu, Waduk Sakti Sepat itu juga bagian dari identitas kami”.

Taufiq selaku perwakilan dari tim advokasi juga menambahkan, “Belum ada landasan hukum yang sah. Ini akan menjadi bermasalah jika benar ada pihak yang terbukti mengeluarkan ijin. Proses hukum masih berjalan”.

Menurut idealnya, “tidak boleh ada aktivitas pengurkan di sekitar waduk sepat, seblum ada putusan yang kuat dari kasasi. Dan kalau memang dugaan ijin lingkungan hidup, jelas ini upaya melawan hukum. Karena aktivitas pengurukan tersebut berada di area kawasan lindung. Ini persoalan ekologi. Ini perusakan lingkungan yang serius”.

Ia menuturkan, “sesuai Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah/RT RW No. 47 Tahun 1997, Waduk adalah termasuk kawasan resapan air yang harus dilindungi. Bukan barang komoditi. Ini akan memperparah krisis iklim. Waduk alami di Surabaya semakin berkurang. Pada era Risma, Pemkot Surabaya gencar membuat waduk buatan/bozem. Tapi di sisi lain, Waduk Sakti Sepat yang menjadi waduk alami terakhir dan berperan penting atas resapan air ketika curah hujan tinggi di kota Surabaya malah dialihfungsikan menjadi real estate. Ini jelas sangat kontradiktif”.

beras