Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pesantren dan Kurikulum Pandemi
Ilustrasi (Foto: Detik.com)

Pesantren dan Kurikulum Pandemi



KolomSelama pandemi, banyak fasilitas publik yang ditutup, termasuk lembaga pendidikan. Ekspektasinya, pembelajaran dapat dialihkan menjadi swa-ajar atau daring. Faktanya, pandemi seolah menelanjangi kondisi kualitas pendidikan yang sebenarnya di Indonesia. Kita tidak hanya tergopoh-gopoh mengejar tapi banyak yang bahkan tak mampu menyeret kaki sebab belum pula bisa berjalan sendiri. Permasalahannya, tidak semua lembaga pendidikan siap dengan kondisi ini. Salah satunya pesantren. Selama ini sistem pembelajaran di pesantren adalah dengan tatap muka, akses santri pada barang elektronik dan internet memang sengaja dibatasi dengan tujuan santri dapat fokus belajar dan tidak terdistraksi dengan dunia luar.

Kondisi dan Kendala

Kegawatdaruratan pandemi menyebabkan santri dipulangkan lebih awal. Seperti di Pesantren Nurul Qarnain Jember, tempat saya mengabdi. Normalnya, liburan santri selama 25 hari dimulai dari minggu kedua Ramadhan hingga 10 hari setelah lebaran. Namun pandemi menjadikan kondisifitas memburuk. Lembaga pendidikan di bawah naungan pondok pesantren terpaksa menghentikan kegiatan pembelajarannya mulai dari Maret hingga Juni 2020, sebab swa-ajar tidak memungkinkan dan belum pernah dilakukan di pesantren. 

Sekolah sempat melakukan ujian semester secara daring pada akhir Mei. Meskipun tingkat partisipasi siswa lebih dari 80 persen, namun banyak kendala dikeluhkan siswa maupun guru. Mulai dari kerumitan aplikasi e-learning, jaringan internet yang tidak stabil hingga tidak semua santri memiliki ponsel atau komputer untuk mengakses ujian dari rumah. Sehingga, pembelajaran daring menjadi hal yang lebih sulit direalisasikan dan tidak bisa dilanjutkan. 

Akhir Juni, pesantren diperbolehkan melakukan kegiatan pembelajaran dengan syarat mematuhi prosedur protokol kesehatan yang ketat. Semua santri, pungurus pesantren, asatidz, guru dan staf harus rapid test yang difasilitasi oleh Pemkab Jember secara gratis dan dibagi menjadi tiga gelombang untuk menghindari penumpukan masa. Santri mengisolasi diri secara mandiri di kompleks pesantren saja, tidak diperbolehkan keluar. Jikapun terpaksa pulang lama karena sakit, saat kembali harus menunjukkan surat keterangan rapid test lagi. 

Pada bulan Juli, pembelajaran lembaga pendidikan formal MTs, MA dan perguruan tinggi di Pesantren Nurul Qarnain mulai aktif kembali. Sementara PAUD, TK dan SD masih menunggu keputusan pemangku kebijakan, sebab siswanya tidak mukim di asrama pesantren. Baik santri dan pengajar harus memakai masker dan mencuci tangan terlebih dahulu di wastafel portabel yang dipasang di depan kelas-kelas dan asrama. 

Santri yang biasanya salim atau mencium tangan guru setiap selesai pembelajaran, kali ini dihentikan dulu demi meminimalisir kontak fisik. Bahkan sampai dengan saat ini, wali santri belum boleh menjenguk putra-putrinya. Barang atau makanan hanya boleh dititipkan pada petugas yang berjaga di depan gerbang pesantren. Lalu petugas yang akan menyalurkan pada santri yang dimaksud.

Kondisi semacam ini baru pertama kali terjadi, bagi santri yang sudah dua bulanan tidak bisa bertemu dengan keluarga, tentunya menjadi ujian berat. Namun harus menerima dengan lapang dada, yakin pandemi akan segera tertangani. Saat itulah wali santri dapat melepas rindu pada buah hatinya yang menuntut ilmu di pesantren. 

Memang, tidak semua ikhtiar baik pesantren disambut baik pula oleh masyarakat yang masih ada rasa kecemasan akan munculnya penularan klaster pesantren, bahkan saya dengar ada yang sampai mengancam salah satu pesantren di Jombang untuk menghentikan kegiatan pembelajaran meskipun pesantren telah menerapkan protokol kesehatan. Menteri Fachrul Razi sendiri mengutarakan sampai saat ini (07/08) hanya ada tiga pesantren yang dilaporkan menjadi klaster penularan. Bukankah, santri yang berada di pesantren relatif lebih aman karena memang wilayah gerak dan kontak dengan orang luar dibatasi, sehingga risiko penularannya pun dapat diminimalisir? Jikapun ada yang terpapar, penanganannyapun lebih mudah dikendalikan.

Berdasarkan temuan KPAI, terdapat ratusan santri atau siswa dan guru yang positif selama satu bulan pembelajaran tatap muka diperbolehkan. Di Jawa Timur sendiri terdapat 51 santri yang positif di Ponpes Gontor 2 dan baru-baru ini 93 santri Blokagung, Banyuwangi, menunjukkan hasil reaktif saat di rapid test

Wajar bila ketakutan dan kecemasan terpapar masih terus menghantui, sebab penularan masih terus terjadi dalam intensitas tinggi. Bahkan seribuan pasien positif sering dilaporkan setiap harinya. Berdasarkan infografik dari katadata.co.id per 02/08 yang dirangkum dari worldometer, tingkat kepositifan (positivity rate) Covid-19 di Indonesia mencapai 12,6%, dengan jumlah sampel 882.300 orang, dan 111.400 diantaranya positif. Angka ini jauh dari rerata dunia yang dinyatakan oleh WHO, maksimal 5%. Sehingga Indonesia mendapat rapor merah dalam penanganan Covid-19. 

beras