Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PMII Jember Minta Raperda RTRW Jadi Prolegda Prioritas di Tahun 2022
Aksi Massa PMII Jember. (Dok. Foto: Beritabaru.co)

PMII Jember Minta Raperda RTRW Jadi Prolegda Prioritas di Tahun 2022



Berita Baru, Jember – Penataan ruang dan wilayah merupakan modal dasar suatu pemerintahan nasional, provinsi, maupun kabupaten dapat melakukan pembangunan. Untuk menuju proses tersebut, diawali dengan melakukan analisis, pemetaan, dan pertimbangan yang matang serta pelibatan masyarakat mutlak untuk dilaksanakan. Kesejahteraan umum yang telah diamanatkan UUD NRI 1945 menjadi harga mati untuk dilakukan.

Dalam salinan rilis pers yang diterima Beritabaru.co, PMII Jember mengatakan permasalahan penataan ruang khususnya di sektor agraria dan lingkungan hidup masih saja menjadi hantu yang membayangi masyarakat Kabupaten Jember. Mereka mengatakan bahwa problem pertambangan, sengketa tanah, mitigasi kebencanaan, masih menjadi konflik yang berkepanjangan di lapisan masyarakat bawah Kabupaten Jember.

PMII Jember juga menyoroti banyaknya temuan yang begitu pelik dalam pembahasan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jember yang menjadi pedoman penataan ruang dan wilayah di Kabupaten Jember.

Mereka menilai saat ini menjadi momentum untuk ditinjau ulang demi memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Jember. Hal itu sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, Dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang.

“Peninjauan ulang dan/atau revisi Perda harus dengan memperhatikan evaluasi pemanfaatan ruang beserta potensi di dalamnya. Selain itu perlu adanya keterlibatan dan partisipasi lintas elemen demi melahirkan kebijakan yang partisipatif, transparan dan memiliki dimensi keberpihakan, “ujar Ketua PC PMII Jember, M Faqih Al-haramain dalam keterangan tertulis.

Pada prinsipnya Perda RTRW sangat fundamental keberadaannya. Faqih melihat hal itu bukan hanya sebagai dasar dalam penataan ruang dan wilayah semata. Akan tetapi secara juga merupakan salah satu dokumen penting dalam pembentukan perencanaan pembangunan suatu daerah.

Faqih melihat bahwa yang menjadi poin penting dalam proses peninjauan ulang tersebut terletak pada segmen permasalahan lingkungan hidup. “Dimana terdapat banyak sekali permasalahan berkaitan dengan lingkungan hidup yang terakomodir maupun yang belum terakomodir dalam Perda RTRW Kabupaten Jember tersebut,” katanya.

Poin-poin tersebut, kata Faqih, yang sangat penting untuk dibahas adalah mengenai permasalahan pertambangan yang ada di Kabupaten Jember. Didalam Pasal 47 Perda RTRW Kabupaten Jember, Faqih mencontohkan, mengkerucut pada pembahasan mengenai Kawasan Peruntukan Pertambangan.

Di dalam Pasal 47 itu, lanjutnya, merupakan Kawasan Peruntukan Pertambangan meliputi tambang mineral logam, tambang mineral bukan logam, serta tambang batuan. Masuknya Kawasan Peruntukan Pertambangan ke dalam Perda RTRW, menurutnya, akan menimbulkan dampak yang luar biasa kepada masyarakat. Wabil khusus kawasan yang diperuntukan pertambangan tersebut adalah wilayah produktif pertanian maupun perkebunanperkebunan.

Secara historis proses legislasi itu, Faqih menjelaskan, pembahasan mengenai pertambangan yang ada di Kabupaten Jember pada tahun 2015 dilakukan secara voting. “Dimana hal tersebut memotong proses dialektika masyarakat Jember.” Faqih menilai tindakan itu lancung dan merupakan cerminan buruk yang dilakhman DPRD Kabupaten Jember.

Ia mencontohkan Kecamatan Silo yang merupakan salah satu daerah yang telah dipetakan dalam Kawasan Peruntukan Pertambangan dari 11 Kecamatan yang memiliki potensi Sumber Daya Alam mineral logam yang ada di Kabupaten Jember.

Berdasarkan data Jember Dalam Angka yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember pada tahun 2021, melaporkan bahwa Kecamatan Silo dalam sektor pertanian menyumbang produksi padi sejumlah 24.319 Ton/tahun dan produksi jagung sejumlah 17.550 Ton/tahun.

“Sektor pertanian yang ada Kecamatan Silo sudah sangat jelas memberikan peningkatan PAD Kabupaten Jember, dan sektor tersebut dikelola dengan arif oleh masyarakat Silo,” kata Faqih. Disisi lain Kecamatan Silo juga memiliki potensi cadangan air yang melimpah, hal ini dibuktikan dengan keberadaan Pasal 30 ayat (9), yang mengkategorikan Kecamatan Silo sebagai Kawasan Cekungan Air Tanah.

Berdasarkan hal diatas Faqih menilai bahwa jika bentangan alam Kecamatan Silo tidak dilindungi dari potensi bahaya pertambangan akan mengamcam seluruh Kabupaten Jember. “Bukan hanya masyarakat Silo yang akan kehilangan ruang hidupnya,” katanya. Kondisi itu akan membuat masyarakat kehilangan cadangan air tanah.

Tak hanya itu, permasalahan lainnya adalah belum diakomodirnya poin terkait perlindungan Gumuk. Faqih menyebutkan bahwa Kabupaten Jember dikenal dengan Kabupaten seribu Gumuk. Akan tetapi hingga saat ini, Faqih menyayangkan, penggundulan dan eksploitasi Gumuk masih saja dijumpai di beberapa wilayah di Kabupaten Jember. Minimnya perlindungan itu terlihat dari tidak diatur ya dalam Perda RTRW.

Dalam menyelesaikan penataan ruang dan wilayah Kabupaten Jember yang telah usang, serta melihat konflik-konflik yang terjadi akibat Perda RTRW itu maka DPRD yang memiliki wewenang dalam membentuk sebuah kebijakan seharusnya memprioritaskan Raperda RTRW untuk dibahas terlebih dahulu,” tegasnya.

Berdasarkan kondisi-kondisi di atas maka PC PMII Jember dengan tegas bersikap :

  1. Mendesak DPRD Jember untuk memprioritaskan pembahasan RAPERDA RTRW Kabupaten Jember;
  2. Mendesak DPRD untuk memberikan ruang keterbukaan kepada rakyat Jember untuk terlibat dalam proses pembahasan dan penyusunan RAPERDA RTRW Kabupaten Jember;
  3. Mendesak DPRD dan Pemerintah Kabupaten Jember untuk memberikan Keterbukaan Informasi Publik mengenai pembahasan dan penyusunan RAPERDA RTRW;
  4. Mendesak DPRD dan Pemerintah Kabupaten Jember untuk terus melaksanakan komitmen yang telah diucapkan untuk menolak keberadaan pertambangan di Kabupaten Jember dalam bentuk revisi Perda RTRW yang berdimensi keberpihakan kepada masyarakat Jember.

beras