Perempuan Berkebutuhan Khusus di Probolinggo Diduga Menjadi Korban Kekerasan Seksual
Berita Baru, Probolinggo – Seorang perempuan berkebutuhan khusus di Kota Probolinggo diduga menjadi korban kekerasan seksual. Sebut saja namanya Gadis. Perempuan 30 tahun ini diperkosa oleh suami tetangganya sendiri. Pihak keluarga Gadis pun melaporkan kasus dugaan pemerkosaan itu ke Polres Probolinggo Kota (Polresta).
“Benar, memang ada laporan dugaan pemerkosaan dengan korban perempuan berkebutuhan khusus. Kasus ini sekarang ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Polresta Probolinggo,” ujar Kasat Reskrim, AKP Jamal, Rabu siang, 13 Juli 2022.
Polisi sedang memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti. “Jika sudah bukti, maka terduga pelaku akan kami tangkap,” ujarnya. Peristiwa ini terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022. Gadis keluar rumah tanpa pamit. Pihak keluarga mencari tetapi tidak diketahui keberadaannya. Akhirnya ada warga yang mengetahui Gadis keluar dari rumah tetangganya.
“Sempat muncul kecurigaan, sebab hari itu tetangga laki-laki itu sedang sendirian di rumahnya, sementara istrinya bekerja di luar rumah,” ujar Ketua RW setempat, Harto.
Kecurigaan juga muncul dari keluarga Gadis. Sebab tetangga laki-laki itu sering mengiming-imingi uang tunai Rp 5.000 sampai 10.000 kepada korbannya.
“Dicari ke mana-mana tidak ada, ternyata gadis tersebut keluar dari rumah pelaku. Kondisi Gadis mencurigakan, sehingga pihak keluarga akhirnya melakukan visum ke rumah sakit,” ujar pria 67 tahun ini.
Berbekal hasil visum yang menyatakan, Gadis telah mengalami trauma kekerasan seksual. Pihak keluarga bersama korban mendatangi Mapolresta Probolinggo, Senin 11 Juli 2022 siang.
Pihak keluarga berharap, polisi menindak tegas pria yang diduga telah memanfaatkan kondisi Gadis sebagai perempuan berkebutuhan khusus untuk melampiaskan nafsu bejatnya.
Hal senada diungkapkan seorang pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ikut mendampingi Gadis dan keluarganya lapor ke Mapolresta. Memang sempat sedikit terjadi ketegangan ketika sejumlah wartawan hendak mengambil gambar korban.
Sang pegiat LSM itu meminta wartawan tidak mengambil gambar agar identitas korban terlindungi. Setelah dijelaskan secara baik-baik, wartawan hanya mengambil gambar dari kejauhan dan dari belakang, barulah yang bersangkutan bisa menerima.