Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

santri
Foto: NU Care LazisNU

Filosofi Santri



Kolom – Awal peringatan hari santri dilaksakanaan satu tahun setelah pelantikan Presiden ke-7 kita, Joko Widodo.

Dengan demikian kita sudah merayakan 6 tahun sampai dengan saat ini. Adanya tanggal bersejarah ini tidak terlepas dari peran kyai, santri dan pondok pesantren. Kepres No. 22 Tahun 2015 yang disahkan dan direspon secara masif dengan perayaan penuh suka cita. Slogan hari santri “Santri Siaga Jiwa Raga”, yang digaungkan oleh mentri agama memiliki makna filosofis mendalam, dengan tujuan menjawab kondisi zaman saat ini.

Secara Ontologi

Pada 22 september tepat 2 bulan setelah kemerdekaan dideklarasikan, adanya provokasi belanda dengan pengibaran bendera di Gedung Orange Surabaya. Menjadi titik temu antara Presiden Soekarno yang meminta nasihat kepada Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asyari, yang kemudian termaktubnya resolusi jihad dengan fatwa fenomenal yakni, “Jihad membela tanah air hukumnya fardhu ain” dan “Hubbul waton minal iman”.

Pernyataan jihad membela negara terdengar dan membangkitkan semangat kebangsaan sampai daerah-daerah. Salah satunya guru kita dan juga pendiri pondok pesantren Al-Jauhar yang juga santri Rais Akbar NU, Prof. KH. Sodiq Mahmud, menjadi pemimpin pasukan hizbullah dari jember yang berangkat ke Surabaya, demi tegaknya kemerdekaan bagi seluruh rakyat indonesia. Kedatangan para kyai dan santri tersebut membuahkan hasil yang uncaknya pada tanggal 10 november 1945, bahwa, kemerdekaan tetap kokoh di tangan rakyat Indonesia.

Sejarah lain menunjukkan bahwa pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Peran ini sudah banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa yang juga telah memberikan sumbangsih terhadap peningkatan kualitas kecerdasan masyarakatnya. Sebagai lembaga dakwah, pesantren telah berkembang menjadi institusi yang dapat ditempatkan dalam segala bidang, mulai dari sosial, budaya, hukum, dan peningkatan IPTEK dan IMTAQ. Pesantren yang diemban oleh Kyai dan para santrinya telah memberikan gambaran bagaimana cara bersosial dan menjawab problematika zaman, yang tak lain tujuannya, memberikan manfaat bagi sesama.

Menurut pandangan Gus Dur yang dikutip oleh Mas’ud (2011) dalam disertasinya “The pesantren as an educational institution has been very potensial and exceptional… It is uniqueness rest on its combination between local culture and its subtance as a holistic Islamic way of life”

Keunikan pesantren, kyai dan santri berlanjut sampai saat ini, mereka mampu beradaptasi pada perubahan zaman dan sosial. Dalam hal ini pesantren dipandang sebagai jalan tranformasi secara kultural, karena membawa santri sebagai kader terbaik, untuk terjun dan memberi pengaruh nilai akhlaq dan norma-norma yang tak terbatas oleh ruang dan waktu. Mobilitas kiai dan santri di kancah nasional sudah terbukti dalam setiap pembuatan kebijakan nasional dan perannya mengisi posisi jabatan tertinggi dalam pemerintahan. Seperti, KH. Hasyim Asyari sebagai penasihat presiden pertama, KH. Wahid Hasyim, H. Agus Salim, KH. Abdurahman Wahid, KH. Said Aqil Siradj dll.

Bahkan dalam ranah tataran masyarakat grass root atau akar rumput hampir semua kegiatan, peran kyai dan santri dibutuhkan. Bahkan wajib kehadirannya. Seperti halnya dalam acara selametan atau tasyakuran 4 dan 7 bulan kandungan, tasyakuran kelahiran, aqiqoh, walimatul khitan, walimatul nikah, sampai acara kirim doa orang meninggal 1-7 hari, 40 hari, 100, dan 1000 hari bahkan diadakan acara haul tiap tahunnya. Kesemuanya kurang afdol tanpa hadirnya seorang kyai dan santri dalam modernisasi kebutuhan melayani masyarakat.

Epistemologi

Semangat juang dan kegigihan para kyai yang memberikan bekal fisik secara dhohir dannbatin membuat para santri dan para pejuang yg ikut barisan kyai menjadi tak terkalahkan. Bahkan,nsalah satu tokoh dari tewasnya jendral tertinggi Belanda, AWS Mallaby adalah seorang santri dari ampel Surabaya yang bernama Abdul Azis. Dengan ketenangan, beliau menyatakan kepada temannyandengan bahasa Jawa “Wes Cak Wong iku Marine Tak Beresno”. Sesaat setelah itu, dengan raut heran dan pasrah dari teman-temanya, tiba-tiba mobil yang dikendarai Mallaby meledak, dengannnada tenang, sang santri menyatakan, “Beres Wes cak”, tanpa adanya luka yang terlihat. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi perang dari kyai kepada santrinya, sangat ampuh dalam meraih kemengan melawan kedzaliman.

Dalam kancah nasional sejak era reformasi sampai saat ini posisi yang ditempati kyai dan santri dalam memimpin serta membuat kebijakan, tak lepas dari strategi dakwah yang menjunjung tinggi humanisme. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Abraham Maslow bahwa memahami perkembangan kepribadian itu penting agar mampu memperoleh kebahagiaan serta memahami orang lain. KH Abdurrahman Wahid, Gus Mus, Cak Nun, Nurkholish Majid adalah seorang tokoh di antara sekian banyak tokoh Islam yang konsisten mengusung gagasan tentang humanisme. Bahkan, pimpinan Muhammadiyah Jember menjuluki pengasuh kedua pondok kita (Prof. KH. Sahilun) sebagai kyai pemadam kebakaran. Hal ini tak terlepas dari peran beliau sebagai problem solver pada setiap masalah yang dihadapi masyarakat baik dari kalangan atas sampai bawah.

Dengan demikian, agama yang ditegakkan dengan pendekatan humanisme akan lebih bermakna sebagai wujud adanya keamanan, toleransi dan saling memahami dalam kemajemukan indonesia. Dalam tataran status sosial bermasyarakat, pembawaan kyai dan santri yang mampu mengkombinasikan akulturasi agama ke dalam budaya indonesia menjadi pendekatan khas yang tidak dimiliki bangsa lain. Pesantren sebagai wadah bagi kader-kadernya, telah mengajarkan bagaimana cara membaur dan berkolaborasi dengan masyarakat. Doktrinisasi tentang pola pikir bahwa pondok pesantren adalah miniatur masyarat menjadi kunci jika peran santri akan sangat dibutuhkan dalam setiap perilaku sosial. Perkembangan sains dan teknologi, juga telah merubah visi pesantren semakin maju dan canggih, tanpa menghilangkan filosofi mendalam antara pesantren, kyai, dan santri.

Saat ini telah banyak kyai dan santri yang mengembangkan ilmunya di kampus-kampus luar negeri, juara berbagai bidang keilmuan, dan tuntutan agar berbilingual untuk membawa islam yang harmoni. Kurikulum yang semakin modern dalam menggali potensi para santri menjadi pokok bahwa santri memiliki daya saing dalam kancah nasional dan internasional.

Aksiologi (Kebermanfaantan)

Sejarah yang kuat antara santri, kyai, dan ponpes memberikan modal peradaban/Capital Civilization yang mampu memberi kebermanfaatan referensi dalam mengembangkankan peradaban di seluruh dunia. Sebagai contoh adanya organisasi Nahdatul Ulama Afganistan dan hadirnya tokoh-tokoh pesantren ke negara timur tengah, yang tujuannya agar mereka, para memimpin, mengedepankan dan mengkombinasikan semangat beragama dan nasionalisme.

Keberadaan tokoh antara santri, kyai, dan ponpes memberikan konsep sosial atau Capital Social dalam mengembangkan prinsip pluralisme dan toleransi. Salah satu bukti konkritnya, bagaimana kemajemukan agama, suku, dan ras mampu terbingkai dalam NKRI. Keberadaan antara santri, kyai, dan pondok pesantren juga menyumbang banyak pemikiran atau Capital intelectual dalam pembuatan kebijakan sosial dan perkembangan teknologi. Berbagai ancaman yang datang untuk merubah konstitusi, sekarang telah tiada. Regulasi mengilegalkan organisasi terlarang merupakan keputusan yang tepat dalam upaya persatuan dan kesatuan bangsa.

Di sisi lain, Pengabdian pendidikan pesantren juga banyak melahirkan tokoh besar seperti Nadirsyah Hosein, Sumanto Al-Qurtubi, Quraish Shihab dan Mustofa Bisri yang karya-karyanya sudah banyak dikaji di seluruh belahan dunia dan memberikan cara dakwah yang menyejukkan.

Teman-teman santri yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara kita mempertahankan Capital civilization, capital social dan capita intelektual yang dibawa oleh para pendahulu kita?, adalah dengan selalu belajar dan banyak bertawakkal kepada Tuhan.

Semoga momentum hari santri ini menjadi milestone dalam mengemban dan menegakkan warisan para Kyai dan guru kami. Amiinn Ya Robbal Alamin.

*Esai ini dibacakan ketika Upacara Hari Santri Nasional pada 24 Oktober 2021 di Pondok Pesantren Al-Jauhar Jember.

Penulis : Mochammad Akhsan Aziz Izzulhaq S.Tr. Pt. Santri Pondok Pesantren Al-Jauhar yang masuk mulai tahun 2015-sekarang.

beras