Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ini Tradisi Tellasan Pettok Masyarakat Madura
Ilustrasi delman hias. (Dok.Tempo/Zulkarnain)

Ini Tradisi Tellasan Pettok Masyarakat Madura



Berita Baru, Surabaya – Lebaran Ketupat atau biasa disebut Tellasan Pettok di Madura dimeriahkan oleh pelbagai tradisi. Hampir tiap kabupaten memiliki cara masing-masing dalam merayakannya. Bahkan lebaran ketupat dianggapnya sebagai lebaran kedua.

Berikut kami rangkumkan dari berbagai sumber beragam tradisi masyarakat Madura menggelar tellasan pettok.

1. Pawai Dokar Hias Bangkalan

Pawai dokar hias di Bangkalan, misalnya. Di kabupaten dengan jumlah penduduk 1,1 juta yang terletak paling dekat dengan Kota Surabaya itu, masyarakat merayakan Lebaran Ketupat dengan menggelar pawai dokar hias keliling kampung.

Pawai dokar hias itu digelar warga empat desa, yakni warga Parseh, Sangra Agung, Jaddih, dan Desa Biliporah, Kecamatan Socah, Bangkalan.

Pawai dokar hias digelar dengan berkeliling jalan-jalan di desa itu berangkat dari Desa Parseh dan berakhir di Desa Biliporah. Jalan yang dilintasi pawai dokar hias sekitar 5 kilometer.

Masyarakat menilai pawai itu bertujuan untuk melestarikan budaya masyarakat dan untuk memeriahkan perayaan Lebaran Ketupat.

Tidak hanya dokar yang dihias, mobil pick up dan becak yang ikut dalam pawai itu juga dihias. Sepanjang jalan yang dilintasi peserta pawai dokar hias dipenuhi masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung.

2. Per-Peran

“Per-peran” di Pamekasan Lain lagi di Pamekasan. Masyarakat setempat merayakan Lebaran Ketupat ini dengan menggelar “per-peran” yakni tradisi naik kendaraan bermotor di jalan desa itu sekeluarga dan diikuti oleh semua warga desa.

Tradisi “Per-peran” biasa digelar warga pesisir pantai selatan Pamekasan yakni warga yang tinggal di sepanjang pantai Tlanakan Kabupaten Pamekasan hingga pantai Camplong, Kecamatan Camplong, Sampang.

Di Pamekasan ada tiga desa yang warganya biasa menggelar tradisi “Per-peran” pada Lebaran Ketupat, yakni warga Desa Ambat, Kramat dan warga Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan.

Selain di tiga desa itu, tradisi “Per-peran” juga biasa digelar warga Desa Tanjung, Kecamatan Camplong, Sampang, yang berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan.

Awalnya, tradisi naik kendaraan bermotor yang biasa digelar masyarakat pesisir pantai selatan Pamekasan ini dikenal dengan tradisi “Kar-dokaran”. Sebab kendaraan yang digunakan adalah dokar.

Namun, seiring dengan perkembangan transportasi modern dan kendaraan tradisional itu kini mulai punah, maka warga berani naik becak, yang oleh masyarakat di setempat disebut “Per”, sehingga kemudian terbentuk istilah “Per-peran”.

Meski tradisi merayakan Lebaran itu sudah dikenal dengan nama “Per-peran” dengan naik becak di jalan-jalan desa bersama keluarga. Namun sebagian warga pesisir ini masih ada yang memiliki kendaraan tradisional dokar, tapi jumlahnya terbatas.

Ritual Bagi sebagian warga Madura, Lebaran Ketupat tidak hanya identik dengan tradisi, tetapi juga ada mempercayai mengandung keutamaan.

Seperti yang digelar para nelayan di pesisir Pantai Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan dan nelayan di Pantai Sreseh, Kecamatan Sreseh, Sampang.

Di hari Lebaran Ketupat ini, warga di pesisir di dua kabupaten itu justru menggelar ritual “rokat tasek” yakni ritual yang digelar nelayan untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar rizki tangkapan ikan mereka bisa melimpah.

Para nelayan ini juga melakukan larung sesajen ke tengah laut, dengan iringan musik saronen dan diantar oleh semua perahu nelayan di pesisir pantai itu. Budayawan Madura, Iskandar menilai keberadaaan berbagai jenis kegiatan tradisi yang digelar warga Madura ini menunjukkan bahwa Madura memang kaya akan tradisi dan khazanah budaya.

Iskandar menilai dari berbagai kegiatan tradisi dan budaya yang digelar masyarakat pada Lebaran Ketupat ini, sebenarnya hanya bermuara pada satu hal, yakni bersilaturrahmi dengan kerabat dan teman yang selama ini sudah berpisah.

“Karena dalam kegiatan itu, ada perkumpulan dan disanalah mereka bertemu. Sedangkan untuk berkunjung secara personal dengan datang satu-satu ke rumah-rumah mereka sangat tidak memungkinkan,” katanya.

Semestinya, kata dia, pemerintah kabupaten di Madura, bisa memberikan ruang yang lebih terbuka kepada masyarakat untuk mementaskan berbagai jenis kegiatan budaya dan tradisi pada saat momen Lebaran seperti saat ini.

beras