Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peran Kiai, hingga "Maskulinitas" sebagai Petaka bagi Kelestarian Lingkungan

Peran Kiai, hingga “Maskulinitas” sebagai Petaka bagi Kelestarian Lingkungan



Oleh: A. Faiz*


Manusia sebagai Khalifah fil-ard memiliki tugas utama menjalankan visi kamanusiaan, tidak hanya itu, tugas menjaga kelestarian alam beserta lingkungan menjadi hal yang tidak terejawantah dan tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya sebagai pewaris di muka bumi.

Islam sejak pertama kali sampai kepada insan Al-kamil,Muhammad SAW serat dengan visi kemanusian, tidak hanya soal urusan aqidah atau hablun minallah saja, melainkanbagaimana islam mampu melepas belenggu sifat kebinatangan (jahiliyyah), dari membunuh anak perempuannya karena dianggap aib hingga memgahapus perbudakan. Muhammad Al-aamiin datang dengan membawa misi kemanusiaan dengan mengedepankan “akhlak” atau pekerti luhur dalam setiap nafas dakwahnya.

Hal ini seperti yang tertulis dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam Al-baihaqi, “innamaa bu’istu liutammima makaarimal’aklaq”, secara harfiyah kata akhlak dalam hadisttersebut memiliki arti pekerti yang baik atau luhur, namun secara implisit kata “akhlak” bermakna feminin atau kelembutandalam setiap laku, gerak, ucapan manusia haruslah mengedepankan sifat feminin atau kelembutan, utamanya dalam setiap pengambilan kebijakan baik yang berhubungan dengan manusia ataupun dengan alam.

Kelembutan adalah sifat (tabi’at) dasar manusia, lebih-lebih dalam urusan interaksi sesama manusia (sosial) dan tentunya juga dalam interaksi dengan alam, dalam hal ini seperti menjaga kelestarian lingkungan, tidak serakah dan tidak marusak ekosistem lingkungan sebagai langkah menjaga keberlangsungan alam jangka panjang untuk generasi penerus dimuka bumi.

Dalam kaidah fiqh dikatakan; “Dar’ul mafaasid muqoddamun ‘alaa jalbilmasoolih” artinya, mencegah kerusakan lebih didahulukan dari memperoleh kemasalahatan. kata “dar’u”bermakna mencegah dalam hal ini berarti “menjaga” dari kerusakan lebih diutamakan dari hanya sekedar memperoleh kemaslahatan. Qaidah Ini tegas mengatakan bahwa tugas dan tanggung jawab manusia adalah menjaga lingkungan (hablun minal’alam) dari kerusakan, selayaknya manusia yang berasal dari tanah wajib menjaga tanahnya dari segala bentuk eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan permanen pada alam.

Kondisi akhir-akhir ini berbanding terbalik dengan dengan tugasdan fungsi utama manusia sebagai kholifah fil-ard, dimana  pembangunan dewasa ini lebih mendahulukan maskulinitas atau kerakusan, kelestarian lingkungan menjadi subsistem dan ekonomi menjadi sub utamanya.

Prof. Dr. KH. Nazaruddin Umar, M.A, Imam besar masjid istiqlal menyebut “maskulinitas kita menjadi petaka bagi kelestarian alam”. Dalam keterangannya dia melanjutkan, dari 99 asma’ al-husna 80% diantaranya adalah feminine name dari allah swt. Pesan yang ingin disampaikan al-quran sangat jelas bahwa allah lebih menujukkan sifat femininnya.

Dalam al-quran nama-nama maskulin allah tidak berulang berkali-kali, sedangkan Ar-rahim berulang 114 kali, dan ar-rahman disebut 57 kali. “Kelembutan-kelembutan itulah yang coba ingin disampaikan allah melalui al-qur’an,” pungkasNazaruddin dalam kegiatan diskusi bersama aktivis  Greenpeacedi akun youtube masjid istiqlal.

Tokoh ulama’ seperti kiai Nazaruddin ini perlu ditiru oleh ulama’, dan tokoh kiai lainnya, agar kemudian isu mengenai menjaga kelestarian lingkungan tidak menjadi persolan yang tabu ditengah masifnya pembangunan yang over maskulin seperti tambang, tenaga pembangkit listrik PLTU yang tidak ramah lingkunngan, tambak modern dan kegiatan ekonomi lainnya yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

Sebenarnya, selain kiai Nazaruddin juga terdapat tokoh kiai yang secara aktif menyuarakan soal isu lingkungan seperti Gus Fayyad, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Gus Roy Murtadho, salah satu kiai muda yang konsen mengawal isu-isu lingkungan dan tokoh kiai muda lainnya.

Peran cendekiawan muslim utamanya tokoh agama seperti kiai, lora, gus menjadi sangat fundamen dalam setiap isi materi dakwahnya, selipan materi khususnya menyoal kelestarian lingkungan menjadi penting dan utama dalam memberikan pemahaman kolektif bahwa islam pro aktif mengatur hubungan manusia dengan lingkungan, dan tugas menjaga lingkungan merupakan kewajiban bagi setiap individu, sehingga dari situ agama betul-betul dapat menjadi nafas dalam perilaku sehari-sehari manusia dalam menjaga lingkungannya.

beras