Tak Relevan Menunda Hajatan Lima Tahunan
Berita Baru, Jakarta – Wacana menunda hajatan demokrasi lima tahunan ramai disuarakan dalam beberapa pekan terakhir. Setidaknya ada beberapa partai pendukung pemerintah yang satu suara dalam menunda Pemilihan Umum 2024. Alasan menunda Pemilu itu, kata mereka, adalah Pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Namun wacana itu ditolak banyak pihak. Beberapa di antaranya menilai alasan itu tak masuk akal.
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember Adam Muhshi, salah satuya. Ia menegaskan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi tidak relevan dijadikan alasan untuk menunda Pemilu tahun 2024. Adam menjelaskan, alasan penundaan Pemilu 2024 dalam rangka pemulihan ekonomi patut dipertanyakan. Sebab secara empiris, katanya, yang terjadi pada saat ini sebagaimana yang disampaikan oleh pemerintah bahwa ekonomi sudah mulai tumbuh.
“Kemudian yang kedua terkait dengan pandemi. Pandemi juga diklaim oleh pemerintah sendiri sudah teratasi, apalagi sekarang dikatakan juga bahwa Omicron ini tidak berbahaya meskipun penyebarannya masif tidak seperti Delta, karena Omicron risikonya tidak terlalu tinggi,” tegasnya saat menjadi pembicara pada program Millenial Talk dengan tajuk “Menakar Penyelenggaraan Pemilu 2024 di Tengah Pemulihan Ekonomi” yang diselenggarakan Beritabaru.co pada Rabu (9/3) malam.
Adam menilai negara punya kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Untuk menunaikan kewajiban itu, kata Adam, negara diberikan kekuasaan dan kewenangan untuk melakukan ikhtiyar berupa tindakan pemerintahan. Oleh karena itu, Adam menegaskan, sangat tidak relevan menggunakan alasan pandemi maupun pemulihan ekonomi untuk menunda Pemilu.
“Apalagi misalnya melihat pengalaman bahwa di tengah krisis ekonomi itu sudah pernah dilakukan Pemilu, misalnya pada 1998, itu bukan cuma Indonesia, tapi krisis moneter menerpa di negara-negara lain, termasuk di Asia Tenggara, akan tetapi di masa itu Indonesia menyelenggarkan Pemilu dan sukses dilakukan Indonesia,” jelas Adam.
“Yang kedua, Pilkada 2020, di tengah penolakan publik karena ketika itu (varian) Delta sedang ganas-ganasnya pemerintah masih maksa ngotot melaksanakan Pilkada,” imbuhnya. Menurutnya, ketika COVID-19 varian Delta yang sudah mulai menghilang dan diganti oleh varian Omicron yang risikonya tidak setinggi Delta kemudian harus menunda Pemilu.
Ia mengatakan bahwa tak ada garansi dan jaminan bahwa menunda Pemilu, pemerintah akan melakukan pemulihan ekonomi. “Misalnya ditunda satu tahun, dua tahun, apakah ada jaminan kemudian ekonomi bisa pulih?” katanya. “Jangan-jangan ketika dilakukan Pemilu presiden berikutnya bisa lebih banter dalam melakukan pemulihan ekonomi,” jelas Adam.