Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Harus Tahu! Hukum Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadan
(Hallosultra/Dok.PEXELS/Emma Bauso)

Harus Tahu! Hukum Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadan



Berita Baru, Surabaya – Bulan Ramadan akan segera tiba. Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang dapat membatalkan puasa. Umat Muslim harus menjauhi larangan-larangan saat menjalankan ibadah puasa, agar ibadah yang dilaksanakan menjadi berkah.

Selain menghindari dari makan dan minum secara sengaja, ada larangan lain yang harus ditaati yaitu tidak berhubungan suami istri saat ibadah puasa dilaksanakan karena akan membatalkan puasa.

Sebab, saat menjalani ibadah puasa, tidak selamanya berjalan lancar. Terkadang ada godaan dan cobaan yang silih berganti datang dan mendekat. Diantara cobaan yang berat tersebut yaitu ketika datangnya nafsu untuk bersetubuh dengan suami atau istri yang meski waktu magrib masih lama. 

Hukum Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadan

Hukum berhubungan suami istri saat bulan Ramadan dibagi menjadi dua kondisi, yakni saat malam hari dan saat siang hari. 

1. Hukum Berhubungan Suami Istri Pada Malam Hari

Berhubungan intim suami istri pada malam hari di bulan Ramadan hukumnya mubah atau boleh. Hal ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yakni:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Saat ingin berhubungan intim, niatkan hanya untuk mendapat ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan meraih maksud yang paling baik dari berhubungan suami-istri, yakni untuk mendapatkan keturunan. Maka dari itu, jangan lupa untuk mengucapkan basmallah sebelum bersetubuh.

Hal ini dikarenakan berhubungan intim (jima’) merupakan bagian dari ibadah kepada Allah. Dalil yang menjadi dasar disunnahkannya membaca basmallah sebelum jima’ adalah firman Allah berikut ini dalam QS. Al-Baqarah ayat 223:

Artinya: “Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah : 223).

Selain membaca basmallah, ada juga doa yang dapat dibaca sebelum berjima’ berdasarkan sabda Rasulullah SAW berikut ini:

ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺟَﻨِّﺒْﻨَﺎ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻭَﺟَﻨِّﺐِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻣَﺎ ﺭَﺯَﻗْﺘَﻨَﺎ

“Bismillahi Allahumma jannibna as-syaithana wa jannibi as-syathana maa razaqtana,”. Yang artinya: “Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah syetan mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.”

2. Hukum Berhubungan Suami Istri Pada Siang Hari

Sedangkan untuk hukum berhubungan intim yang dilakukan pada siang hari, para ulama sepakat bahwa berhubungan intim di waktu puasa atau sebelum waktu maghrib tiba hukumnya haram dan hal itu bisa membatalkan puasa.

Bagi umat Muslim yang melakukan hubungan intim pada siang hari diwajibkan baginya menjalankan Kifarah ‘udhma (denda besar). 

Pertama, ia harus memerdekakan hamba sahaya perempuan yang tidak beriman, tidak boleh yang lain. Sahaya tersebut harus terbebas dari cacat yang mengganggu kinerjanya. 

Kedua, jika tidak mampu, ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Ketiga, jika ia tidak mampu, ia harus memberi makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud (kurang lebih sepertiga liter).

Namun, dalam konteks zaman sekarang, denda yang pertama tidak mungkin dilakukan. Hal ini dikarenakan tidak ada lagi perbudakan. Maka sanksi kedua harus dilaksanakan kecuali ada halangan yang dibenarkan oleh syariat

Maka sanksi ketiga yang menjadi denda atau tebusan terakhir yaitu memberikan 60 paket makanan pokok yang masing-masing beratnya 60 ons.

Hal ini juga disebutkan dalam sebuah hadits Bukhari, sebagai berikut:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلَكْتُ، وَقَعْتُ عَلَى أَهْلِي فِي رَمَضَانَ، قَالَ: أَعْتِقْ رَقَبَةً قَالَ: لَيْسَ لِي، قَالَ: فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ: لاَ أَسْتَطِيعُ، قَالَ: فَأَطْعِمْ سِتِّينَ مِسْكِينًا

Artinya: “Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw, lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR al-Bukhari).

Perlu diketahui, jika hukum ini tidak bisa dilanggar dan dihindarkan dari tiga jenis denda tersebut. Tidak dapat juga untuk dibatalkan puasanya terlebih dahulu (baik dengan makan atau minum) sebelum melakukan hubungan intim agar ada harapan untuk terhindar dari kifarah ini.

beras