Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pemerintah Terus Mengundang Bencana Ekologis

Pemerintah Terus Mengundang Bencana Ekologis



Berita Baru, Batu – Persoalan lingkungan hidup di Kota Batu tak kunjung usai. Mulai dari hutan primer yang semakin menyusut, ruang terbuka hijau, hingga banjir bandang yang melanda pada 4 November 2021 lalu. Jansen Tarigan, perwakilan Aliansi Selamatkan Malang Raya, menilai, kondisi itu kian diperparah oleh kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Batu.

Ia melihat izin-izin pembangunan usaha yang berdiri di kawasan bukan peruntukannya, getol dikeluarkan oleg Pemkot Batu. “Seperti perumahan atau wisata buatan yang berdiri di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH),” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Beritabaru.co. Alih fungsi lahan ini berdasarkan pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jansen menjelaskan, kian membuat kawasan hijau semakin menyusut. Kondisi itu, baginya, semakin memperparah kerentanan wilayah terhadap bencana ekologis.

Hasil kajian terhadap revisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang dilakukan oleh Aliansi Selamatkan Malang Raya menegaskan, kata Jansen, Pemerintah Kota Batu berniat mendatangkan bencana ekologis yang lebih besar. Ia menjelaskan, dalam kajiannya, secara umum perubahan itu melingkupi penghilangan tiga jenis kawasan lindung, pereduksian kawasan lindung setempat, pengurangan jumlah kawasan sempadan mata air yang dilindungi dari 111 mata air menjadi mata air di tiga desa, pengurangan besaran sempadan sungai.

“Dan perubahan kalimat dari ‘kawasan pemukiman/diluar pemukiman’ menjadi ‘kawasan terbangun/tidak terbangun’ yang melegitimasi kondisi ketidakteraturan pembangunan di Kota Batu. Serta penghilangan kawasan cagar budaya. Dan alih fungsi kawasan di keseluruhan wilayah hutan lindung menjadi wilayah hutan produksi,” jelasnya.

Berbagai upaya untuk menyelamatkan kondisi ekologi itu telah dilakukan. Namun, kata Jansen, Pemerintah Kota Batu serta jajarannya tak memiliki keberpihakan dan abai terhadap upaya pelindungan dan penyelamatan lingkungan hidup beserta masyarakatnya. Sikap abai itu, Jansen menerangkan, dapat dilihat dari beberapa tindakan.

“Permohonan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang hingga kini tak ditanggapi. Kepala DLH Kota Batu dirasa juga tidak konsisten terhadap pernyataannya untuk menghentikan pembangunan kolam ikan di Sumber Umbul Gemulo tersebut. Hal itu dibuktikan dengan masih beroperasinya kegiatan pembibitan di kolam tersebut,” katanya.

Segendang sepenabuhan, sikap itu juga dilakukan DPRD Kota Batu. “Dua kali mengajukan permohonan audiensi diabaikan begitu saja dengan berbagai alasan.” Padahal, kata Jansen, tujuan audiensi itu untuk mendiskusikan persoalan kerusakan lingkungan dan perubahan kebijakan RTRW yang diduga tidak partisipatif dan mengancam keselamatan lingkungan hidup di Kota Batu.

Jansen menilai, Pemerintah dan DPRD Kota Batu tidak partisipatif dan tertutup. Bahkan, patut diduga bahwa revisi kebijakan RTRW, lanjutnya, merupakan upaya melegitimasi praktik eksploitasi dan alih fungsi lahan semata yang sekaligus mempersempit Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta peminggiran masyarakat dari ruang hidupnya. “Terbukti, hingga kini Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Batu hanya tersisa 12% dari total luas wilayah,” jelasnya.

Oleh karena itu, Aliansi Selamatkan Malang Raya menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak kepada DPRD untuk segera membuka ruang partisipasi masyarakat peduli lingkungan hidup di Kota Batu, menghentikan segala upaya penyempitan ruang demokrasi yang diajukan oleh masyarakat sipil, dan mendesak kepada DPRD untuk segera bertindak menyelamatkan Kota Batu dari keterancaman bencana ekologis dengan tidak mendukung revisi Perda RTRW Kota Batu.
  2. Mendesak kepada Pemerintah Kota Batu untuk membuka dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kepada publik dan membuka ruang diskursus secara adil dan setara bersama masyarakat peduli lingkungan di Kota Batu.
  3. Mendesak Pemerintah dan DPRD Kota Batu untuk tidak mengeluarkan segala bentuk kebijakan yang kontra terhadap upaya penyelamatan lingkungan dan pencegahan bencana, ataupun yang menyamarkan peran Perda RTRW.

beras