Anas Urbaningrum Dinyatakan Bebas Besok, Ini Perjalanan Kasus Hambalang yang Menyeret Dirinya
Berita Baru, Surabaya – Eks Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sudah bisa menghirup udara bebas mulai besok, Selasa 11 April 2023.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Rika Aprianti mengatakan bahwa status mantan Ketua Umum Pengurus Besar HMI itu akan menjadi klien balai pemasyarakatan mulai besok.
“Besok juga yang bersangkutan akan beralih status menjadi klien balai pemasyarakatan,” ungkap Rika.
Perjalanan Kasus Proyek Hambalang yang Menyeret Anas Urbaningrum
Keterlibatan Anas dalam kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2010-2012, berawal dari keterangan mantan Bendahara Partai Demokrat, M Nazaruddin, yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka mega proyek tersebut.
Berdasarkan keterangan Nazaruddin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas melakukan penyelidikan terhadap Anas dan menetapkannya sebagai tersangka pada tanggal 23 Februari 2013.
Pada saat itu, Anas menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan SBY sejak tanggal 23 Mei 2010.
Pada saat itu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun masa kurungan dan denda Rp300 juta dengan subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas.
Selain itu, Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar Amerika Serikat.
Di tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara. Tidak terima dengan putusan itu, KPK lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada tingkat kasasi, MA malah memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun masa kurungan dan denda Rp 5 miliar dengan subsider 1 tahun 4 bulan penjara.
MA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti dengan nilai yang sama subsider 4 tahun penjara serta pencabutan hak politik.
Menyikapi hukumannya yang semakin diperberat, pada bulan Juli 2018 lalu Anas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada MA.
Majelis hakim PK MA kemudian mengurangi 6 tahun masa kurungannya menjadi 8 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis PK MA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 2 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah bebas dari penjara.
Dalam putusannya itu, Majelis PK MA menilai bahwa uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik dari pihak PT Adhi Karya maupun Permai Group, didapat dari keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa, serta fee dari perusahaan lain.
Majelis PK juga menilai bahwa tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang dapat membuktikan bahwa Anas telah melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar kedua perusahaan itu mendapatkan proyek dari dana APBN.
Pada saat itu, hanya ada satu saksi yang menyatakan keterlibatan Anas dalam kasus korupsi proyek Hambalang, yakni M Nazaruddin yang merupakan mantan Bendahara Partai Demokrat.
Selain itu, berdasarkan pertimbangan Majelis PK, dalam proses pencalonan Anas sebagai Ketum Partai Demokrat, dia tidak pernah mengungkapkan bagaimana uang didapat.
Uang yang didapatkan Anas yang digunakan untuk pencalonannya sebagai Ketum Partai Demokrat bersumber dari para simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.
Dengan pertimbangan tersebut, menurut Majelis PK dakwaan judex jurist kepada Anas dengan Pasal 12a UU Tipikor tidaklah tepat.
Menurut pertimbangan Majelis PK MA, pidana yang telah dilakukan Anas Urbaningrum berdasarkan Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Kekuatan Loyalis Anas Urbaningrum
Hingga saat ini, para loyalis dan simpatisan Anas Urbaningrum menilai bahwa kasus korupsi yang menyeret Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu adalah bentuk kriminalisasi yang disengaja.
Pada saat itu, Koordinator Nasional Anas Urbaningrum, Muhammad Rahmad menyebut Anas Urbaningrum sebagai korban kriminalisasi.
Akibatnya, banyak loyalis Anas yang marah hingga membakar kartu tanda anggota (KTA) dan memutuskan untuk keluar dari Partai Demokrat.
“Pendukung Mas Anas pada saat itu banyak yang membakar KTA, membakar jaket Partai Demokrat dan pindah ke partai lain. Padahal mereka-mereka itu adalah vote getter, orang-orang yang punya pengaruh besar di lingkungan masyarakat yang pindah ke partai lain,” ungkap Rahmad.
Rahmad juga mengingatkan kembali betapa hebatnya dampak politik ketika Anas terjerat kasus korupsi Hambalang pada 2013 silam.
“Tetapi memang tidak bisa dipungkiri, ketika ketua umumnya dulu dikriminalisasi oleh rezim pada masa itu, suara Partai Demokrat langsung anjlok,” kata Rahmad mengingatkan.