Jelang Idul Adha, BRIN: Kemungkinan Ada Perbedaan
Berita Baru, Surabaya – Pada kalender Masehi yang dikeluarkan pemerintah, Idul Adha 1443 H akan jatuh pada 9 Juli 2022. Namun, ada kemungkinan Idul Adha digelar pada 10 Juli 2022.
“Sebagaimana penentuan Idul Fitri 1443 H, Idul Adha 1443 H kali ini juga akan mengalami potensi perbedaan tanggal, yakni tanggal 9 Juli atau 10 Juli 2022,” kata Peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang, Selasa 7 Juni 2022.
Ia menjelaskan potensi perbedaan tanggal ini terkait dengan kriteria awal bulan kamariah yang berlaku di masyarakat. Indonesia sendiri memiliki dua kriteria utama, yakni Wujudul Hilal dan MABIMS atau perkumpulan Menteri-Menteri Agama Brunei Darusaalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Pertama, jelas Andi Pangeran, kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah berlandaskan pada kondisi Bulan yang terbenam setelah Matahari terbenam berapa pun ketinggiannya (selama di atas ufuk saat Matahari terbenam).
“Kriteria MABIMS berlandaskan pada batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau ketampakan hilal), yaitu parameter fisis hilal yang dinyatakan dengan parameter elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari) minimum 6,4 derajat dan parameter fisis gangguan cahaya syafak/twilight (cahaya senja) yang dinyatakan dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat,” jelas dia.
Kedua, lanjut Andi Pangeran, kriteria MABIMS, yang saat ini digunakan oleh Kementerian Agama dan beberapa ormas Islam menggantikan kriteria lama.
Berdasarkan kriteria lama MABIMS, yang dikenal sebagai kriteria 2,3,8, bulan baru dikategorikan dengan tinggi minimal 2 derajat, jarak sudut bulan-matahari atau elongasi minimal 3 derajat, atau umur bulan minimal 8 jam.
Sementara, kriteria baru MABIMS mensyaratkan imkanur rukyat apabila posisi hilal mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Menurut kriteria lama MABIMS maupun Wujudul Hilal, Andi menyebut kondisi hilal di Indonesia sudah memenuhi syarat. Ketinggian hilal bervariasi antara +0,78 derajat (Merauke) hingga +3,22 derajat (Sabang). Sementara, elongasi bervariasi antara 4,02 derajat (Jayapura) hingga 4,97 derajat (Sabang).
“Ijtimak awal Zulhijjah 1443 H terjadi pada 29 Juni 2022 pukul 09.52.03 WIB, sehingga umur hilal bervariasi antara 5,65 jam (Merauke) hingga 9,08 jam (Sabang). Sehingga Muhammadiyah dalam maklumatnya telah menetapkan 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022 dan Iduladha jatuh pada 9 Juli 2022,” paparnya.
Demikian juga dengan penanggalan atau takwim standar Indonesia yang masih menggunakan kriteria lama MABIMS, juga menetapkan Iduladha 1443 H pada 9 Juli 2022 dikarenakan 1 Zulhijjah jatuh pada 30 Juni 2022.
Bahkan, kriteria imkan rukyat tradisional yang dipakai sejak 1972 hingga 1994, yang masih digunakan oleh eks Front Pembela Islam (FPI), mensyaratkan altitude minimal 2 derajat, posisi hilal sudah memenuhi kriteria.
“Akan tetapi, kondisi hilal ini belum memenuhi kriteria baru MABIMS. Hal ini dikarenakan, meskipun altitud sudah memenuhi 3 derajat di Aceh, tapi elongasinya belum memenuhi 6,4 derajat,” tutur Andi.
“Sehingga ada kemungkinan 1 Zulhijjah 1443 H akan jatuh pada 1 Juli 2022 dan Idul Adha pada 10 Juli 2022,” lanjutnya.
Sementara kondisi berbeda terjadi di Arab Saudi. Andi menuturkan hilal akan mudah teramati sehingga kemungkinan 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022 dan Idul Adha pada 9 Juli 2022.
“Berkaca pada rukyat hilal Ramadan 1443 H, dengan ketinggian 3,09 derajat dan elongasi 4,78 derajat seharusnya dengan ketinggian dan elongasi yang lebih besar akan lebih mudah terlihat. Terlebih kondisi ufuk di Saudi cenderung bebas dari awan dengan kelajuan uap air yang rendah,” ujarnya.
Tunggu Sidang Isbat
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dikonfirmasi melalui WhatsApp, mengatakan pemerintah dalam menetapkan awal Ramadan, Idul Fitri maupun Idul Adha menggunakan metode hisap dan rukyat.
Berdasarkan hisap atau hitungan kalender sudah bisa diketahui kapan Idul Adha 2022. Namun hasil dari hisap harus dikonfirmasi melalui rukyatul hilal. “Kami mengharap tidak ada perbedaan,” tandasnya,